Menteri Pendidikan Tegaskan Komitmen untuk Memberikan Kesempatan kepada Supriyani dalam Seleksi PPPK
Menteri Pendidikan dan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti. - Foto Google/net--
Radarlambar.bacakoran.co -Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, telah memberikan penjelasan mengenai komitmennya untuk memberikan kesempatan kepada Supriyani, seorang guru honorer di Kabupaten Konawe Selatan, untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Supriyani, yang sebelumnya tidak lolos dalam seleksi P3K tahap pertama, kini diberikan jalur khusus untuk mengikuti seleksi tahap kedua, yang pendaftarannya akan berlangsung hingga 15 Januari 2025. Abdul Mu’ti menegaskan bahwa Kementerian Pendidikan memiliki komitmen penuh agar Supriyani dapat lulus P3K melalui jalur khusus tersebut, dengan harapan Supriyani dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum pendaftaran dibuka.
Kasus hukum yang melibatkan Supriyani pun menjadi sorotan. Supriyani, yang bekerja sebagai guru di SD Negeri 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, sempat dituduh melakukan penganiayaan terhadap salah satu muridnya, yang merupakan anak dari seorang anggota polisi, Aipda Wibowo Hasyim.
Namun, Kepala SD Negeri 4 Baito, Sanaali, menjelaskan bahwa tidak ada saksi yang dapat membuktikan tuduhan tersebut, dan Supriyani hanya memberikan teguran kepada muridnya karena masalah disiplin.
Meski begitu, laporan yang diajukan oleh Wibowo kepada pihak kepolisian mengarah pada penangkapan Supriyani dan berlanjut ke proses persidangan. Meskipun demikian, Bupati Konawe Selatan turut membantu mediasi antara kedua belah pihak dan mencapai kesepakatan damai. Akan tetapi, Supriyani memutuskan untuk mencabut kesepakatan damai tersebut pada 6 November 2024.
Setelah beberapa bulan melalui proses hukum, akhirnya majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo memutuskan untuk membebaskan Supriyani dari semua tuduhan. Ketua Majelis Hakim PN Andoolo, Stevie Rosano, menyatakan bahwa Supriyani tidak terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan dan memutuskan untuk membebaskannya dari segala dakwaan.
Kasus ini memberikan gambaran mengenai tantangan yang dihadapi oleh para guru honorer di Indonesia, terutama dalam hal perlindungan hukum. Banyak pihak yang menganggap Supriyani sebagai korban kriminalisasi, mengingat statusnya sebagai guru honorer yang sering kali menghadapi masalah hukum dan administrasi yang lebih sulit dibandingkan dengan pegawai tetap.
Dalam hal ini, dukungan yang diberikan oleh Menteri Pendidikan menunjukkan adanya perhatian terhadap kesejahteraan guru honorer, sekaligus memberikan contoh bagi guru lainnya untuk terus berjuang demi karir dan keadilan. (*)