Sengketa Pilkada Masih Bergulir di MK, Penetapan Bupati Pesisir Barat Terpilih Tertunda
Ketua KPU Pesisir Barat, Miftah Farid--
PESISIR TENGAH – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pesisir Barat (Pesbar) belum bisa memastikan kapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam Pilkada 2024 akan ditetapkan. Hal ini terjadi akibat adanya gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh pasangan calon Septi Heri Agusnaeni dan Ade Abdul Rochim ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua KPU Pesbar, Miftah Farid, menegaskan bahwa jadwal penetapan calon terpilih sangat bergantung pada perkembangan proses hukum yang sedang berlangsung. Kini, belum ada jadwal pasti terkait penetapan calon terpilih. Karena memang KPU Pesbar juga masih menunggu hasil dari Mahkamah Konstitusi.
“Nanti jadwal sidang putusan di MK, karena itu jika nantinya MK memutuskan untuk menghentikan perkara PHPU, kami akan menunggu arahan teknis lebih lanjut dari KPU RI,” kata dia, Kamis 30 Januari 2025.
Sementara itu, lanjutnya, jadwal dan lokasi pelantikan kepala daerah terpilih tentunya juga menjadi kewenangan Kementerian Dalam Negeri. Yang pasti untuk penetapan calon terpilih harus menunggu keputusan MK, sedangkan untuk pelantikan, itu merupakan wewenang Kemendagri. KPU Pesbar juga masih menunggu jadwal terkait dengan sidang lanjutan di MK.
“Untuk sidang putusannya, kita juga masih menunggu jadwal dari MK, apakah akan dilakukan awal februari 2025 atau kapan, karena itu MK yang menentukan,” jelasnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan terkait sengketa Pilkada Pesisir Barat pada Rabu 22 Januari 2025 dengan agenda mendengarkan jawaban KPU sebagai termohon, keterangan pihak terkait, serta Bawaslu. Sidang yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra ini juga membahas pengesahan alat bukti dari semua pihak.
Dalam sidang, kuasa hukum KPU Pesbar, Fikri Surya, memaparkan alasan mengapa rekomendasi Bawaslu untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di satu TPS di Kecamatan Way Krui tidak dijalankan. Menurutnya, rekomendasi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan UU Pilkada dan PKPU, yang mengatur bahwa PSU harus dilakukan jika ada lebih dari satu pemilih yang bermasalah.
“Berdasarkan fakta di lapangan, hanya ada satu pemilih yang tidak terdaftar namun tetap memberikan suara. Selain itu, tidak ada keberatan dari saksi pemohon di TPS terkait kasus ini,” kata Fikri.
Sementara itu, Bawaslu Pesisir Barat melalui perwakilannya, Abd. Kodrat, menyatakan bahwa rekomendasi PSU dikeluarkan karena adanya keberatan dari saksi pasangan calon terkait seorang pemilih yang menggunakan formulir pemberitahuan milik orang lain. Namun, dalam tindak lanjutnya, Bawaslu tidak menemukan pelanggaran yang cukup kuat untuk dijadikan dasar sengketa pemilihan.
Di sisi lain, pasangan calon nomor urut 1, Dedi Irawan dan Irawan Topani, melalui kuasa hukumnya Hermansyah Dulaimi, menegaskan bahwa KPU telah menjalankan seluruh tahapan Pilkada secara profesional dan netral.
“Seluruh tahapan telah dilakukan sesuai aturan, bahkan hasil pemilihan di tingkat kecamatan juga telah dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh saksi-saksi dari semua pasangan calon,” ujarnya.
Atas dasar itu, pihaknya meminta MK untuk menolak permohonan sengketa dari pasangan calon nomor urut 2 dan mengesahkan hasil penetapan KPU sebagai keputusan yang sah dan mengikat. *