Skandal Gratifikasi: Mantan Pejabat Mahkamah Agung Terima Lebih dari Rp1 Triliun Selama 10 Tahun

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, di dakwa terima gratifikasi lebih dari Rp1Triliun selama 10 tahun.//Foto:dok/net.--
Radarlambar.Bacakoran.co - Skandal besar yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, menggegerkan dunia hukum Indonesia. Zarof Ricar diduga telah menerima gratifikasi dalam jumlah yang fantastis, lebih dari Rp1 triliun, selama hampir satu dekade. Gratifikasi tersebut diduga diterima Zarof sebagai bagian dari praktik makelar perkara di MA antara tahun 2012 hingga 2022. Kasus ini mengungkap praktik korupsi yang melibatkan sejumlah pihak di lingkungan peradilan.
Pengungkapan Kasus
Dalam persidangan yang berlangsung pada Senin (10/2/2025) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, jaksa penuntut umum mengungkapkan bukti-bukti yang mengejutkan terkait gratifikasi yang diterima oleh Zarof Ricar. Berdasarkan dakwaan, Zarof menerima sejumlah uang tunai dalam berbagai mata uang dan logam mulia, yang jumlah keseluruhannya diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Rincian Gratifikasi
Jumlah gratifikasi yang diterima Zarof Ricar terdiri dari uang tunai dalam berbagai mata uang asing serta emas. Berikut adalah rinciannya:
Uang Tunai:
SGD 1.000 sebanyak 71.077 lembar, setara dengan SGD 71.077.000
Rupiah sebanyak Rp 5.672.500.000
EUR sebanyak 46.200
HKD sebanyak 267.500
Emas:
51 kg emas logam mulia, yang setara dengan sekitar Rp 86,2 miliar, berdasarkan harga emas saat ini.
Penyidikan yang Mencengangkan
Jaksa mengungkapkan bahwa gratifikasi tersebut diterima Zarof selama ia menjabat di MA, dengan posisi terakhir sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA. Selama periode tersebut, Zarof diduga memfasilitasi penyelesaian perkara-perkara hukum dengan imbalan uang dan emas dari pihak yang terlibat dalam perkara di pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Penyidikan semakin berkembang setelah Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di rumah Zarof, yang mengungkapkan uang tunai dan emas dalam jumlah yang sangat besar. Total gratifikasi yang diterima Zarof diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Pelanggaran Hukum
Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan bahwa tindakan Zarof melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni Pasal 12 B dan Pasal 18, yang mengatur tentang larangan menerima gratifikasi. Selain itu, Zarof juga didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 dari undang-undang yang sama.
Implikasi dan Harapan Publik
Kasus ini tidak hanya mengungkapkan skandal besar di dalam tubuh lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, tetapi juga menyoroti perlunya reformasi besar dalam sistem peradilan untuk mencegah praktik korupsi yang merajalela. Masyarakat menunggu dengan cemas bagaimana proses hukum ini akan berkembang dan apakah para pihak yang terlibat dalam praktik korupsi lainnya juga akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dengan bukti yang kuat dan rincian yang sangat spesifik tentang gratifikasi yang diterima Zarof, diharapkan kasus ini menjadi titik balik untuk membersihkan sistem peradilan Indonesia dari praktik-praktik korupsi yang merusak kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga hukum.(*)