Legenda dan Makna Spiritual di Balik Yadnya Kasada Bromo

Upacara Yadnya Kasada / Foto--Net.--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Gunung Bromo tidak hanya menyuguhkan panorama alam yang memukau, tetapi juga menyimpan kekayaan budaya yang sarat makna spiritual dan tradisi kuat. 

Salah satu tradisi paling ikonik adalah upacara Yadnya Kasada, yang hingga kini dijaga kelestariannya oleh Suku Tengger sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi.

Selama pelaksanaan upacara Yadnya Kasada, kawasan wisata Gunung Bromo ditutup selama empat hari bagi wisatawan. 

Ritual ini tidak hanya memiliki nilai spiritual yang mendalam, tetapi juga didasari oleh legenda yang menarik untuk ditelusuri.

Yadnya Kasada adalah ritual persembahan berupa sesaji yang dilemparkan ke kawah Gunung Bromo sebagai bentuk bakti dan syukur kepada Sang Hyang Widhi serta leluhur. 

Upacara ini dilakukan setiap tanggal 15 bulan Kasada dalam penanggalan Hindu Tengger. Selain memohon keberkahan, ritual ini juga bertujuan untuk meminta keselamatan dan perlindungan dari marabahaya.

Keunikan Yadnya Kasada terletak pada kekayaan kisah yang melatarbelakangi ritual ini, sehingga menarik minat wisatawan dari dalam dan luar negeri. Legenda yang mendasarinya menambah kedalaman makna dan daya tarik upacara tersebut.

Asal usul Yadnya Kasada berawal dari legenda pengorbanan Kusuma, putra bungsu Jaka Seger dan Roro Anteng, putri Raja Majapahit. 

Menurut kisah, Roro Anteng dan Jaka Seger bertapa di Gunung Bromo untuk memohon keturunan kepada Sang Hyang Widhi Wasa. 

Mereka berjanji akan mengorbankan salah satu anaknya ke kawah Gunung Bromo jika keinginan mereka terkabul.

Doa mereka dijawab, dan pasangan ini dikaruniai 25 anak. Namun, mereka melupakan janji yang telah diucapkan hingga dewa murka. 

Setelah mengungkapkan janji tersebut kepada anak-anaknya, Kusuma dengan ikhlas rela mengorbankan dirinya demi kedamaian keluarganya.

Sebelum mengorbankan diri, Kusuma berpesan agar upacara persembahan dilaksanakan setiap tanggal 15 bulan Kasada sebagai bentuk penghormatan, permohonan keberkahan, keselamatan, dan perlindungan. 

Sejak saat itu, Suku Tengger rutin mengadakan ritual ini sebagai upaya melestarikan budaya dan nilai luhur dari leluhur mereka.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan