Soal Belanja Pegawai, Menteri PANRB Beri untuk Pesan untuk Kepala Daerah

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini. Foto Dok--

Radarlambar.bacakoran.co - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, kembali mengingatkan pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk lebih bijak dalam mengelola rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN). Pesan ini disampaikan menyusul implementasi aturan baru terkait pembatasan proporsi belanja pegawai pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang wajib dipatuhi oleh pemerintah daerah.

Dalam rapat kerja yang digelar bersama Komisi II DPR RI pada Kamis, 6 Maret 2025, Rini menyampaikan bahwa pemerintah pusat telah menetapkan aturan yang mengamanatkan bahwa proporsi belanja pegawai tidak boleh melebihi 30% dari total APBD. Aturan ini memberikan batas waktu yang jelas, yaitu paling lambat pada 5 Januari 2027 untuk memastikan agar proporsi belanja pegawai dapat diatur dengan lebih efektif dan tidak mengganggu stabilitas fiskal di daerah.

Rini mengungkapkan bahwa sejumlah daerah di Indonesia masih memiliki rasio belanja pegawai yang sangat tinggi. Bahkan pada tahun 2024, beberapa daerah tercatat memiliki rasio belanja pegawai yang mencapai angka 57%, yang tentu saja melebihi batas yang ditentukan. Rasio belanja pegawai ini juga belum termasuk anggaran untuk pegawai yang ada di kementerian dan lembaga lainnya.

Secara nasional, rasio belanja pegawai di APBD tercatat rata-rata mencapai 37,18%. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan rekrutmen ASN harus lebih terkontrol agar tidak menambah beban belanja pegawai yang bisa mengganggu kestabilan fiskal daerah, kata Rini dalam rapat tersebut.

Lebih lanjut, Rini juga mengingatkan bahwa pemerintah daerah dilarang mengangkat tenaga honorer selain Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini sesuai dengan komitmen pemerintah untuk menghapuskan tenaga honorer secara bertahap, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan pengelolaan keuangan daerah yang lebih efisien, di mana alokasi anggaran tidak hanya berfokus pada belanja pegawai, tetapi juga pada sektor lain yang mendukung pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang lebih baik. Dikutip dari Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan, pemerintah daerah diberikan waktu hingga lima tahun sejak disahkannya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) pada tahun 2022 untuk mencapai proporsi belanja pegawai yang sesuai dengan ketentuan.

Pemerintah pusat melalui aturan ini juga berharap dapat memberikan lebih banyak ruang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas layanan publik serta pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pasalnya, temuan yang ada menunjukkan bahwa proporsi belanja pegawai yang melebihi 30% dari total APBD masih menjadi masalah besar di banyak daerah. Pada tahun 2022, rata-rata belanja pegawai di APBD tercatat mencapai 37,4%, sementara belanja infrastruktur yang menjadi prioritas pembangunan hanya mencapai 11,5% dari total belanja.

Komponen belanja pegawai di daerah meliputi gaji dan tunjangan PNS, gaji dan tunjangan pegawai non-PNS, lembur, tunjangan perbaikan penghasilan, serta uang makan untuk PNS. Bahkan, pengeluaran untuk gaji kepala daerah, wakil kepala daerah, serta pimpinan dan anggota DPRD juga termasuk dalam komponen belanja pegawai ini. Kondisi ini semakin memperburuk celah fiskal daerah, yang semakin sempit seiring dengan tingginya persentase belanja pegawai dalam APBD.

Pada tahun 2022, sebagian besar dana transfer dari pemerintah pusat, khususnya Dana Alokasi Umum (DAU), dialokasikan untuk membayar belanja pegawai di daerah. Sebagian besar daerah menggunakan antara 30% hingga 65% dari dana transfer tersebut untuk membiayai gaji dan tunjangan ASN, yang menandakan tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer untuk biaya operasional mereka.

Dengan berbagai tantangan fiskal ini, pemerintah daerah diminta untuk segera melakukan penyesuaian dan pengelolaan yang lebih bijak terhadap pengeluaran untuk ASN. Pemerintah pusat berharap bahwa dengan pembatasan proporsi belanja pegawai, pemerintah daerah akan lebih fokus dalam membangun infrastruktur dan meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat. Aturan ini juga diharapkan dapat menciptakan pemerintahan daerah yang lebih efisien, mandiri, dan berkelanjutan ke depannya.

Sebagai langkah awal, Rini mengingatkan kepada seluruh kepala daerah untuk segera menyusun perencanaan dan langkah-langkah konkret untuk mengendalikan rasio belanja pegawai mereka. Kami berharap agar kepala daerah dapat mematuhi ketentuan ini, untuk menciptakan anggaran yang lebih sehat dan tidak membebani keuangan daerah dalam jangka panjang, tegasnya.

Menteri PANRB mengajak semua pihak untuk saling mendukung dalam penerapan aturan ini, demi tercapainya tujuan bersama dalam meningkatkan kualitas birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia. *

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan