DP3AKB Pesbar Soroti Kasus “Ngomix”

Plt Kepala DP3AKB Pesbar Irhamudin. Foto _ dok.--

PESISIR TENGAH - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) menyoroti maraknya fenomena perilaku menyimpang di kalangan anak-anak yang mencoba zat berbahaya.

Meski sepanjang tahun 2025 belum ditemukan kasus anak yang terlibat praktik menghirup lem aibon (ngelem), tapi DP3AKB mencatat satu kasus anak yang diduga melakukan praktik “ngomix” atau mencampur berbagai bahan kimia untuk dikonsumsi demi mendapatkan efek mabuk.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DP3AKB Pesbar, Irhamudin, S.K.M., mengatakan bahwa meskipun jumlah kasus tersebut belum tergolong tinggi, fenomena ini tetap menjadi perhatian serius. Menurutnya, kasus seperti ini tidak boleh dianggap sepele karena berpotensi merusak masa depan generasi muda jika tidak segera dicegah melalui pengawasan yang ketat dan pembinaan yang berkelanjutan.

“Untuk tahun 2025 ini memang belum ada laporan kasus anak yang terlibat ngelem. Namun, kami menerima satu laporan terkait praktik ngomix oleh anak-anak. Ini menjadi sinyal penting bagi kita semua agar lebih memperhatikan perilaku anak-anak di lingkungan sekitar,” katanya.

Dijelaskannya bahwa faktor utama yang mendorong anak-anak terjerumus ke perilaku berisiko tersebut adalah minimnya pengawasan dari orang tua dan lingkungan. Banyak anak yang beraktivitas tanpa pantauan langsung karena orang tua sibuk bekerja, sementara lingkungan sekitar juga cenderung abai terhadap perilaku menyimpang yang mulai muncul.

“Kurangnya pengawasan ini menjadi celah besar bagi anak-anak untuk mencoba hal-hal berbahaya. Bahkan ketika ada warga yang melapor, sebagian orang tua justru enggan menerima kenyataan bahwa anaknya terlibat dalam perilaku tersebut,” jelasnya.

Menurutnya, efek dari praktik ngomix dan ngelem sangat berbahaya bagi kesehatan. Zat-zat kimia yang dihirup atau diminum bisa menimbulkan gangguan pada otak dan sistem saraf, masalah jantung dan tekanan darah, serta kerusakan organ penting seperti hati dan ginjal. Selain itu, efek langsung yang muncul bisa berupa mual, muntah, pusing, kejang, hingga penglihatan kabur. Dalam jangka panjang, anak yang terbiasa mengonsumsi zat berbahaya tersebut dapat mengalami kecanduan dan gangguan perilaku serius.

“Efeknya tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek. Jika tidak ditangani dengan cepat, anak bisa menjadi ketergantungan, mengalami gangguan perilaku, dan sulit dikembalikan ke kondisi normal,” ungkapnya.

Meski demikian, hingga kini DP3AKB belum menemukan kasus anak yang membutuhkan penanganan medis khusus akibat kecanduan zat kimia tersebut. Anak yang pernah terlibat praktik ngomix telah mendapatkan pembinaan dari petugas dan selanjutnya dikembalikan kepada orang tuanya untuk dilakukan pengawasan lebih lanjut di rumah.

“Dalam upaya mencegah meluasnya perilaku berisiko ini, DP3AKB Pesbar telah menyiapkan sejumlah langkah konkret,” ujarnya.

Di antaranya, kata dia, melaksanakan sosialisasi ke berbagai pekon untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bahaya zat beracun dan dampaknya terhadap tumbuh kembang anak. Selain itu, dinas juga bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk melakukan razia di lokasi-lokasi yang sering dijadikan tempat berkumpul anak-anak, seperti area wisata pantai, dan sebagainya. Langkah ini diharapkan bisa menekan potensi terjadinya praktik menyimpang di tempat-tempat umum yang minim pengawasan.

“Kami sudah berkoordinasi dengan Satpol PP agar bersama-sama melakukan pengawasan dan penertiban di lokasi rawan. Ini penting untuk memastikan tidak ada aktivitas anak-anak yang mengarah pada perilaku berbahaya,” jelasnya.

Ditambahkannya, DP3AKB juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menangani persoalan anak dan remaja. Menurutnya, masalah penyalahgunaan zat berbahaya tidak bisa hanya diserahkan pada satu instansi. Semua pihak, mulai dari orang tua, lingkungan sekitar, lembaga pendidikan, hingga lembaga penegak hukum dan kesehatan, harus ikut terlibat secara aktif.

“Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga tanggung jawab bersama. Orang tua, lingkungan, sekolah, dinas kesehatan, Satpol PP, bahkan BPOM, semua harus ikut berperan dalam pengawasan dan pembinaan anak-anak kita,” tandasnya. (yayan/*) 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan