Masjid Bungkuk, Jejak Sejarah Penyebaran Islam di Malang

DIDIRIKAN oleh eks laskar pangeran diponegoro pada abad 18 masjid ini jadi saksi penyebaran islam di kota malang. foto net--

Radarlambar.Bacakoran.co - Masjid At-Thohiryah, yang lebih dikenal sebagai Masjid Bungkuk, merupakan salah satu peninggalan bersejarah dalam perjalanan dakwah Islam di Malang. Masjid ini diyakini telah berdiri sejak abad ke-18, didirikan oleh para pengikut Pangeran Diponegoro yang melanjutkan perjuangan penyebaran Islam setelah Perang Jawa.

Berlokasi di lingkungan Pondok Pesantren Miftahul Falah, Jalan Bungkuk, Pagentan, Singosari, Kabupaten Malang, masjid ini didirikan oleh KH Hamimuddin atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Bungkuk. Ia merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam syiar Islam di kawasan tersebut.

Menurut berbagai sumber, Pangeran Diponegoro memberikan amanat kepada para pengikutnya untuk menyebarkan ajaran Islam ke berbagai daerah. KH Hamimuddin kemudian memulai dakwahnya di Singosari yang saat itu masih berupa hutan belantara dengan masyarakat yang mayoritas menganut agama Hindu-Buddha. Ia mendirikan sebuah gubuk sederhana dari bambu dan daun-daunan sebagai tempat mengajar mengaji serta melaksanakan ibadah salat.

Pada awalnya, keberadaan KH Hamimuddin dan para santrinya menimbulkan rasa penasaran di kalangan penduduk setempat. Gerakan rukuk dan sujud dalam ibadah mereka terlihat berbeda dari kepercayaan yang dianut masyarakat kala itu. Hal ini menyebabkan tempat tersebut dikenal dengan sebutan “Bungkuk”

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak warga yang tertarik untuk belajar Islam di tempat yang didirikan KH Hamimuddin. Murid-murid yang datang semakin bertambah, sehingga bangunan kecil yang awalnya digunakan perlu diperluas. Pada tahun 1835, KH Hamimuddin membangun sebuah musala dari bambu dan kayu untuk menampung lebih banyak santri. Seiring bertambahnya jumlah jamaah, musala ini kemudian diperbesar dan berkembang menjadi sebuah masjid.

Hingga kini, Masjid Bungkuk telah mengalami berbagai renovasi, namun beberapa elemen sejarahnya tetap dipertahankan. Salah satu ciri khasnya adalah empat tiang kayu jati berukiran indah yang masih berdiri kokoh, melambangkan kekuatan dan keteguhan dakwah Islam yang diwariskan KH Hamimuddin.

Setelah wafat pada tahun 1850, KH Hamimuddin kemudian dimakamkan di belakang masjid tersebut. Makamnya kini menjadi salah satu tempat ziarah bagi santri dan jamaah yang ingin mengenang perjuangannya dalam menyebarkan Islam di Malang. Masjid Bungkuk bukan hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol keteguhan dan dedikasi dalam menegakkan ajaran Islam di tengah masyarakat. *

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan