Pertamina Geothermal Energy Raih Laba Bersih Rp2,6 T di 2024

Ilustrasi. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) mencatat laba bersih Rp2,65 triliun pada 2024, turun tipis dibandingkan tahun sebelumnya yang Rp2,70 triliun. -Foto-REUTERS-
Radarlambar.bacakoran.co - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) mencatat laba bersih sebesar 160,3 juta dolar AS atau sekitar 2,65 triliun rupiah pada 2024. Angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 163,57 juta dolar AS atau setara dengan 2,70 triliun rupiah.
Direktur Keuangan PGE, Yurizki Rio, menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk turunnya pendapatan dari production allowance yang diperoleh melalui skema Joint Operation Contract (JOC) sebesar 3,2 juta dolar AS atau sekitar 53 miliar rupiah. Pendapatan ini sebelumnya meningkat akibat eskalasi harga pada 2022 yang baru tercatat pada 2023, sehingga memberikan windfall yang tidak terjadi lagi pada 2024.
Selain itu, beban depresiasi juga mengalami kenaikan sebesar 2,7 juta dolar AS akibat langkah post-capitalization clean-up. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi aset dalam konstruksi yang belum terselesaikan. Meskipun menambah beban depresiasi, kebijakan ini justru menghasilkan efisiensi pajak sebesar 9,5 juta dolar AS atau sekitar 157,3 miliar rupiah.
Menurut Yurizki, perubahan dalam penyajian laporan keuangan juga dilakukan agar lebih sesuai dengan regulasi yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan format baru, seluruh biaya produksi dimasukkan dalam cost of production, sementara pengeluaran operasional dan pendapatan lain-lain disajikan secara terpisah untuk mempermudah analisis keuangan perusahaan.
Dari sisi beban operasional, PGE mengalokasikan tambahan dana sebesar 6,8 juta dolar AS atau sekitar 112,6 miliar rupiah untuk pengembangan sumber daya manusia. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi ekspansi menuju kapasitas 1 gigawatt (GW). Selain itu, perusahaan juga meningkatkan belanja konsultasi dalam rangka eksplorasi tiga potensi merger dan akuisisi.
Beban keuangan juga meningkat sebesar 7,5 juta dolar AS atau sekitar 124,2 miliar rupiah akibat implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 223. Selain itu, perusahaan masih menunggu proyek kerja sama dengan PLN kembali berjalan, yang berdampak pada struktur pembiayaan sementara.
Lebih lanjut, Yurizki menegaskan bahwa meskipun terjadi penurunan laba bersih, perusahaan tetap optimistis terhadap pertumbuhan bisnisnya. PGE akan terus memperkuat posisinya dalam industri energi terbarukan di Indonesia dengan melakukan efisiensi operasional, optimalisasi portofolio bisnis, serta menjajaki peluang ekspansi melalui akuisisi dan kerja sama strategis.
Dengan potensi energi panas bumi yang masih luas di Indonesia, PGE berharap dapat meningkatkan kontribusinya dalam transisi energi bersih serta mendukung target pemerintah dalam pengurangan emisi karbon.(*/edi)