Tragedi Gempa di Myanmar: Umat Islam Jadi Korban di Masjid yang Runtuh

Tragedi Gempa di Myanmar Umat Islam Jadi Korban di Masjid yang Runtuh. Foto/net--

Radarlambar.bacakoran.co -Ratusan umat Islam di Myanmar dilaporkan menjadi korban setelah gempa bumi dahsyat mengguncang negara itu pada Jumat, 28 Maret 2025, saat jamaah tengah berkumpul untuk melaksanakan salat Jumat di bulan suci Ramadhan. Lebih dari 50 masjid mengalami kerusakan parah, sebagian besar di kawasan Mandalay, yang menjadi wilayah terdampak paling parah. Banyak yang khawatir bahwa sejumlah besar nyawa umat Islam terenggut dalam bencana ini.

Gempa tersebut menghancurkan tidak hanya rumah-rumah warga, tetapi juga bangunan-bangunan ibadah, termasuk masjid yang merupakan tempat yang sangat vital bagi komunitas Muslim di Myanmar. Menurut laporan dari Pemerintah Persatuan Nasional, lebih dari 50 masjid rusak akibat gempa, dengan beberapa di antaranya roboh sepenuhnya.

Hambatan dalam Perbaikan Masjid
Kerusakan masjid yang terjadi bukan tanpa sebab. Sebelumnya, laporan Departemen Luar Negeri AS mengenai kebebasan beragama di Myanmar, yang diterbitkan pada 2017, mengungkapkan kesulitan yang dihadapi oleh umat Islam dan kelompok agama lainnya dalam memperoleh izin untuk membangun atau merenovasi tempat ibadah mereka. Pemerintah Myanmar sering memberikan izin yang sangat terbatas untuk perbaikan atau pembangunan masjid. Bahkan, di beberapa wilayah, umat Islam harus membangun tempat ibadah tanpa izin resmi atau terpaksa melakukan suap agar dapat melakukan perbaikan.

Di Mandalay, yang merupakan wilayah dengan dampak terbesar dari gempa ini, pemerintah setempat sangat ketat dalam mengatur renovasi masjid-masjid yang telah lama rusak atau tertutup pasca-konflik antaragama yang terjadi pada 2014. Terdapat delapan masjid yang ditutup dan lima lainnya berada dalam pengawasan ketat oleh pihak berwenang.

Kerusakan yang Mengerikan dan Korban Jiwa
Salah satu cerita tragis datang dari Htet Min Oo, seorang penyintas yang sedang melakukan wudhu sebelum salat Ramadhan di masjid dekat rumahnya. Saat gempa mengguncang, masjid dan rumahnya ambruk, mengubur tubuhnya bersama dua bibinya di bawah puing-puing. Meskipun warga sekitar berusaha menyelamatkan mereka, hanya satu dari dua bibinya yang selamat. Htet Min Oo sendiri, bersama keluarganya, terjebak di bawah reruntuhan selama berjam-jam tanpa adanya alat berat untuk membantu penyelamatan.

Di desa Sule Kone, seorang warga yang berusia 39 tahun menggambarkan pemandangan mengerikan saat dia mencoba menyelamatkan seorang pria yang terjebak di bawah reruntuhan masjid. Namun, gempa susulan memaksa dia meninggalkan pria itu. Warga ini berhasil menyelamatkan empat orang, tetapi sayangnya tiga di antaranya sudah meninggal, dan satu orang meninggal di pelukannya.

Di desa tersebut, lebih dari 23 orang diperkirakan tewas setelah tiga masjid runtuh. Meskipun warga sudah berusaha untuk mencari korban yang terjebak di bawah puing-puing, kendala utama adalah kurangnya alat berat dan tim penyelamat yang terlambat datang.

Pembatasan Pemerintah dan Kesaksian Penyintas
Banyak warga yang melaporkan bahwa pembatasan dari pemerintah Myanmar terhadap renovasi masjid menghalangi upaya penyelamatan lebih lanjut. Sebagian besar masjid yang hancur selama gempa adalah bangunan yang telah lama terabaikan atau dilarang untuk direnovasi oleh pihak berwenang, yang semakin memperburuk situasi setelah bencana ini.

Pemerintah Myanmar, melalui laporan mereka, mencatat bahwa banyak bangunan agama, baik yang Buddha maupun Muslim, mengalami kerusakan parah akibat gempa. Meski begitu, dalam laporan resmi yang dikeluarkan setelah bencana, pemerintah militer Myanmar tidak menyebutkan masjid dalam daftar kerusakan, meskipun pagoda dan biara Buddha menjadi sorotan utama.

Tragedi yang Menggugah Hati
Peristiwa ini semakin memperlihatkan ketegangan yang terjadi antara umat Muslim dan pemerintah Myanmar yang telah meminggirkan komunitas ini selama bertahun-tahun. Dengan semakin sulitnya memperoleh izin untuk membangun atau merawat tempat ibadah, serta perlakuan tidak adil dari pihak berwenang, komunitas Muslim di Myanmar terus berjuang untuk mendapatkan hak dasar mereka, termasuk hak untuk beribadah dengan aman dan nyaman.

Tragedi gempa ini membawa penderitaan yang lebih dalam bagi komunitas yang sudah lama terpinggirkan. Kehilangan nyawa akibat bencana ini hanya menambah panjang daftar duka yang dirasakan oleh umat Islam di Myanmar, yang terhimpit oleh ketidakadilan yang terus berlangsung.

Menghadapi Ketidakpastian
Sebagai penyintas dan keluarga korban berjuang untuk menemukan harapan dalam kehancuran ini, mereka tetap menghadapi kenyataan pahit bahwa upaya penyelamatan mereka dibatasi oleh banyak faktor, termasuk kurangnya bantuan dari pihak berwenang dan ketidakjelasan kebijakan pemerintah yang terus memperburuk penderitaan mereka. Sementara itu, dunia internasional menyaksikan dengan cemas, berharap bahwa Myanmar akan mulai menghargai hak-hak dasar umat beragama tanpa diskriminasi dan memberikan perhatian lebih kepada komunitas Muslim yang selama ini terpinggirkan. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan