Jejak Nama Manado, Dari Wenang ke Negeri yang Jauh

Dalam catatan sejarah pelayaran, pelaut Portugis bernama Simao d’Abreu dikabarkan telah mencatat nama Manado pada awal abad ke-16, sekitar tahun 1523. 

Nama tersebut kemudian dimuat dalam tulisan Antonio Galvao, mantan Gubernur Maluku, dan juga muncul dalam peta dunia buatan Nicolaas Desliens tahun 1541. 

Hal ini menunjukkan bahwa Manado telah dikenal oleh bangsa Eropa sejak lama, terutama sebagai bagian dari jalur perdagangan di kawasan timur Nusantara.

Beragam variasi penulisan nama Manado juga terekam dalam arsip kuno, seperti "Manadu" yang muncul dalam karya Valentijn pada 1724. 

Nama ini diyakini merujuk pada pulau karang di depan wilayah daratan Manado, yang sekarang disebut Pulau Manado Tua. 

Dalam bahasa Tombulu, terdapat istilah mana-undou yang berarti "pendatang dari jauh," yang turut menguatkan makna filosofis dari nama tersebut.

Perjalanan administratif Kota Manado juga mencerminkan sejarah panjang yang kaya.

Pada 1 Juli 1919, pemerintah Hindia Belanda menetapkan wilayah ini sebagai Staatsgemeente, atau kota negara, sekaligus membentuk dewan kota yang dipimpin oleh wali kota. 

Dalam perkembangan berikutnya, status Manado terus berubah: menjadi bagian dari Minahasa pada 1951, berstatus daerah kota pada 1953, kotapraja pada 1957, dan kemudian kotamadya pada 1965.

Hari jadi Kota Manado resmi diperingati setiap 14 Juli, mengacu pada gabungan tiga peristiwa penting. 

Tanggal 14 terinspirasi dari perjuangan warga Manado dalam mempertahankan kemerdekaan pada 14 Februari 1946. 

Bulan Juli berasal dari penetapan status kota oleh Belanda pada 1 Juli 1919. Sementara itu, tahun 1623 diambil dari awal kemunculan nama Manado dalam dokumen resmi kolonial. 

Kombinasi ketiga elemen ini menghasilkan tanggal simbolik: 14 Juli 1623, yang sejak tahun 1989 dirayakan sebagai hari jadi Kota Manado.(*)