Rabeg Kambing, Warisan Banten yang Memikat Selera

Rabeg kambing salah satu kuliner khas Banten. foto Net--
Radarlambar.Bacakoran.co - Rabeg kambing adalah salah satu sajian tradisional khas Banten yang dikenal dengan rasa gurih dan aroma yang menggoda. Hidangan ini terbuat dari daging kambing atau jeroan, yang dimasak dengan campuran rempah pilihan, seperti lada, kayu manis, biji pala, lengkuas, dan jahe. Perpaduan rempah-rempah ini ternyata mampu memberikan rasa yang kaya dan kompleks, menjadikan rabeg sebagai hidangan istimewa yang menggugah selera.
Meski tampilannya menyerupai tengkleng, rabeg adalah kuliner yang hanya dapat ditemukan secara otentik di Provinsi Banten. Hidangan ini banyak dijumpai di warung makan atau kedai tradisional, terutama di Kota Cilegon dan Kota Serang.
Cita rasa rabeg sering kali mengingatkan kita pada kuliner khas Timur Tengah. Bagi mereka yang kurang menyukai aroma daging kambing, pilihan alternatif bisa menggunakan daging sapi. Bahkan, dalam beberapa rumah tangga, kedua jenis daging tersebut sering dipadukan untuk menghasilkan rasa yang lebih unik.
Proses cara memasaknya dimulai dengan memotong daging kambing menjadi potongan kecil-kecil kemudian direbus untuk mengurangi kandungan lemak dan membuat daging menjadi lebih empuk. Setelah ditiriskan, daging dimasukkan ke dalam tumisan bumbu rempah yang sudah dihaluskan. Untuk menambah kekayaan rasa, kaldu sisa rebusan ditambahkan sedikit demi sedikit hingga meresap sempurna ke dalam daging.
Di balik kelezatannya, rabeg memiliki cerita sejarah yang menarik. Kisah ini tercatat dalam buku Jejak Kuliner Arab di Pulau Jawa yang ditulis oleh Gagas Ulung dan Deerona dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dalam perjalanan tersebut, rombongan Sultan Maulana yang merupakan putra Sunan Gunung Jati sempat singgah di kota pelabuhan Rabigh, yang kini berada di Provinsi Mekah, Arab Saudi.
Di Rabigh, Sultan Maulana mencicipi hidangan daging kambing yang sangat memuaskan selera. Setelah kembali dari ibadah haji, Sultan merindukan rasa masakan tersebut, sehingga ia memanggil juru masak istana untuk membuat hidangan serupa. Meskipun rasanya tidak persis sama, hidangan tersebut berhasil memikat hati Sultan dan menjadi menu favorit di lingkungan istana Kesultanan Banten.
Sebagai penghormatan kepada asal usul hidangan ini, nama "Rabigh" diabadikan sebagai nama hidangan tersebut. Seiring berjalannya waktu, sebutan "Rabigh" mengalami perubahan menjadi "rabeg" oleh masyarakat Banten. Kini, rabeg menjadi salah satu warisan kuliner Banten yang dilestarikan dan tetap dinikmati hingga saat ini.
Rabeg bukan sekadar hidangan lezat, tetapi juga merupakan cerminan perpaduan budaya dan sejarah yang tercermin dalam rasa. Hidangan ini bukan hanya mengenyangkan, tetapi juga menyimpan cerita tentang perjalanan panjang, kerinduan, dan kecintaan pada kuliner. *