Reog Ponorogo: Kesenian Leluhur yang Menembus Dunia

Reog Ponorogo / Foto---Net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Reog Ponorogo merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang berasal dari Jawa Timur dan dikenal sebagai identitas budaya masyarakat Kabupaten Ponorogo. Pertunjukan ini bukan sekadar hiburan, melainkan manifestasi dari nilai-nilai spiritual, simbol kekuatan, serta warisan sejarah yang masih bertahan hingga kini.
Ciri khas yang paling mencolok dari Reog adalah tokoh Singo Barong, sebuah topeng berwujud kepala harimau dengan hiasan bulu merak yang membentuk kipas besar. Tokoh ini tampil megah dalam tarian yang energik dan ritmis, menggambarkan kekuatan serta keberanian.
Selain itu, Reog juga menampilkan berbagai karakter seperti penari berkuda (Jathilan), Warok, Bujang Ganong, dan Klono Sewandono, yang masing-masing memiliki peran dan makna tersendiri dalam alur pertunjukan. Kabupaten Ponorogo sebagai daerah asal kesenian ini, daerah ini juga dijuluki sebagai Bumi Reog.
Nama “Reog” diyakini berasal dari kata kuno “angreyog”, yang disebut dalam naskah Nagarakertagama. Kata tersebut menggambarkan semangat juang, kesiapan bertempur, dan kekuatan fisik yang kemudian diungkapkan dalam bentuk seni tari.
Hal ini menunjukkan bahwa Reog tak hanya berakar pada estetika gerakan, tetapi juga memuat unsur sejarah dan falsafah hidup masyarakat masa lampau. Terdapat berbagai versi mengenai asal mula kesenian Reog Ponorogo. Salah satu versi yang berkembang menyebutkan bahwa seni ini berakar dari tradisi spiritual masyarakat lokal yang meyakini adanya kekuatan gaib berupa roh harimau.
Dalam kepercayaan tersebut, roh tersebut dianggap mampu melindungi wilayah dari ancaman tak kasat mata. Untuk memohon perlindungan, masyarakat menggelar ritual yang melibatkan tarian dan topeng, yang kemudian berkembang menjadi bentuk kesenian.
Versi lainnya mengisahkan tentang Raja Kelana Sewandana dari Kerajaan Bantarangin yang meminang putri dari Kerajaan Kediri.
Sebagai syarat, ia diminta membawa pasukan unik beserta alat musik baru dan makhluk berkepala harimau, yang kemudian menjadi inspirasi utama dalam pementasan Reog.
Bagian pembuka biasanya diawali oleh penari pria yang mengenakan pakaian hitam dengan riasan merah, yang menggambarkan karakter gagah berani. Setelah itu, tari inti disesuaikan dengan konteks acara yang digelar, seperti tema percintaan dalam perayaan pernikahan.
Sementara bagian penutup menampilkan adegan spektakuler dari penari yang membawa topeng Singo Barong raksasa seberat sekitar 60 kilogram. Yang menarik, topeng ini tidak dikenakan di kepala, melainkan diangkat dengan kekuatan rahang.
Hingga saat ini, Reog Ponorogo masih eksis dan terus dijaga kelestariannya oleh masyarakat, bahkan semakin dikenal di berbagai negara. Reog telah tampil dalam sejumlah ajang budaya internasional di berbagai belahan dunia seperti Belanda, Amerika Serikat, dan Malaysia.
Kesenian ini juga telah diajukan sebagai bagian dari Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO, sebagai bentuk pengakuan dunia terhadap kekayaan budaya Indonesia. Keberadaan Reog yang tetap bertahan di tengah arus modernisasi menjadi bukti bahwa nilai-nilai budaya tradisional tetap relevan dan memiliki daya tarik global yang kuat.(*)