Vonis Eks Dirut ASDP: Kelalaian Berat yang Membebani Keuangan
foto dok--
RADARLAMBARBACAKORAN.CO- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menetapkan mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, bersalah dalam perkara korupsi terkait kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) periode 2019–2022. Dalam putusan tersebut, pengadilan menilai tindakan yang dilakukan bukan merupakan tindak korupsi murni, melainkan bentuk kelalaian berat yang berujung pada kerugian negara.
Majelis hakim menyimpulkan bahwa proses akuisisi yang dijalankan Ira bersama dua pejabat lain berlangsung tanpa kehati-hatian dan tidak mengikuti prinsip tata kelola yang baik. Keputusan korporasi tersebut justru menguntungkan pihak lain hingga mencapai nilai sekitar Rp1,25 triliun, sementara ASDP menanggung konsekuensi finansial yang besar.
Beban yang harus ditanggung ASDP semakin jelas setelah akuisisi PT JN rampung. Perusahaan itu ternyata memiliki utang besar kepada berbagai bank, serta mengoperasikan sejumlah kapal yang sudah tidak layak pakai. Banyak di antaranya berusia tua, rusak, karam, dan memerlukan biaya perawatan sangat tinggi. Beberapa kapal bahkan tidak bisa beroperasi sama sekali, namun tetap dihitung sebagai aset dalam proses akuisisi.
Kondisi ini otomatis menjadi tanggung jawab ASDP sebagai pemilik baru. Perusahaan pelat merah tersebut akhirnya harus menanggung kewajiban tambahan berupa utang, biaya operasional, dan perbaikan armada yang nilainya signifikan. Situasi ini dinilai sebagai salah satu bentuk dampak kelalaian pengelolaan aksi korporasi.
Atas perbuatannya, Ira dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia tidak dibebani uang pengganti karena tidak menerima keuntungan pribadi dari proses akuisisi tersebut. Dua pejabat ASDP lainnya—yakni Direktur Komersial dan Pelayanan, Muhammad Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan, Harry Muhammad Adhi Caksono—juga dinyatakan bersalah. Keduanya masing-masing dijatuhi pidana empat tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan penjara.
Putusan ini menjadi catatan penting mengenai risiko kelalaian dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan negara. Proses akuisisi yang tidak dilakukan dengan analisis mendalam dan pertimbangan risiko yang memadai terbukti dapat merugikan keuangan negara dalam skala besar. (*/rinto)