Menghidupkan Kembali Fungsi Ekologis yang Hilang Lewat Rekayasa Genetik?

Menghidupkan Kembali Fungsi Ekologis yang Hilang Lewat Rekayasa Genetik. Foto/net--


Radarlambar.bacakoran.co -Perusahaan rekayasa genetika asal Amerika Serikat, Colossal Biosciences, baru-baru ini mengumumkan keberhasilan mereka dalam menciptakan kembali makhluk yang menyerupai serigala purba atau dire wolf, spesies yang telah punah sekitar 10.000 tahun lalu. Hanya saja  kenyataannya tiga ekor hewan yang diperkenalkan bukanlah serigala purba sesungguhnya namun Selat Muria dan Peran Pentingnya dalam Sejarah Kerajaan Demak

Radarlambar.bacakoran.co -Selat Muria memegang peran strategis dalam sejarah Kerajaan Demak, yang dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Pada masa kejayaannya, Selat Muria berfungsi sebagai jalur transportasi utama dan menjadi pelabuhan penting yang menopang kehidupan ekonomi kerajaan tersebut.

Pada abad ke-17, Selat Muria menjadi salah satu jalur perdagangan tersibuk di wilayah utara Jawa. Keberadaannya menjadikan Kota Demak sebagai pusat perdagangan yang ramai. Pelabuhan-pelabuhan yang berada di sepanjang selat ini menawarkan berbagai komoditas penting, seperti kain dari Jepara, garam dan terasi dari Juwana, serta beras dari pedalaman Pulau Jawa dan Pulau Muria.

Selat ini juga menjadi lokasi bagi galangan kapal yang memproduksi kapal Jung Jawa, kapal layar tradisional dari kayu jati yang berasal dari Pegunungan Kendeng. Galangan-galangan kapal tersebut memperkuat posisi Selat Muria sebagai pusat maritim yang penting, tempat para pelaut dan saudagar berkumpul dan berdagang.

Namun, dinamika politik yang terjadi saat itu turut memengaruhi perubahan jalur perdagangan. Beberapa komoditas yang sebelumnya melalui Selat Muria mulai beralih ke Pelabuhan Sunda Kelapa di wilayah yang kini dikenal sebagai Jakarta. Perubahan ini turut menggeser posisi Demak sebagai pelabuhan utama.

Selain faktor politik, perubahan alam juga berperan besar dalam meredupkan peran Selat Muria. Seiring waktu, sedimentasi dari sungai-sungai seperti Kali Serang, Sungai Tuntang, dan Sungai Lusi menyebabkan pendangkalan selat. Lambat laun, kapal-kapal besar tidak lagi dapat melintasi Selat Muria, yang akhirnya menghilang sepenuhnya.

Hingga kini, sisa-sisa dari selat tersebut masih bisa dijumpai, antara lain pada Sungai Kalilondo yang membentang dari Juwana hingga Ketanjung. Sungai-sungai lain yang terbentuk dari bekas Selat Muria, seperti Sungai Silugunggo di Kabupaten Pati, menjadi bukti jejak perubahan lanskap kawasan ini.

Pada masa jayanya, Selat Muria mendukung sistem ekonomi Kerajaan Demak yang mengandalkan pertanian sekaligus kelautan. Pelabuhan Demak menerima kapal-kapal dari Maluku dan menjadi titik temu para pedagang. Selat ini menjadi jalur penghubung utama yang menghindarkan kapal dari rute memutar melalui Jepara atau mengelilingi Pulau Muria.

Seiring berjalannya waktu, selat ini mulai mengering, terutama saat musim kemarau. Sungai-sungai di wilayah utara Jawa juga mengalami hal serupa, membuat akses pelayaran semakin terbatas. Upaya pernah dilakukan untuk membuka kembali jalur air lama, termasuk rencana pembangunan saluran dari Demak ke Juwana yang sempat diusulkan oleh seorang pejabat lokal pada pertengahan abad ke-17. Namun, kondisi sedimentasi yang parah membuat rencana tersebut sulit terealisasi.

Proses pendangkalan terjadi akibat endapan dari sungai-sungai besar seperti Jragung, Tuntang, Lusi, Juwana, dan Jratunseluna. Endapan ini perlahan mengubah Selat Muria menjadi daratan, menyatukan Pulau Muria dengan Pulau Jawa.

Transformasi Selat Muria dari jalur air menjadi dataran membawa dampak besar terhadap aktivitas pelayaran. Pelabuhan Demak kehilangan fungsinya karena tidak dapat digunakan sepanjang tahun. Hal ini membuat kapal-kapal dagang lebih memilih Jepara sebagai tempat berlabuh yang lebih stabil dan aman.

Kini, bekas wilayah Selat Muria menjadi bagian dari Kabupaten Demak, Kudus, dan Pati. Kawasan ini beralih fungsi menjadi pemukiman dan lahan pertanian. Sisa-sisa keberadaan Selat Muria masih bisa ditemukan di Situs Purbakala Patiayam yang menyimpan fosil-fosil hewan laut dan bekas kapal.

Fenomena banjir yang sering melanda kawasan ini, termasuk banjir besar yang terjadi pada tahun 2024, menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat mengenai kemungkinan kembalinya Selat Muria. Namun, secara ilmiah, pembentukan selat kembali bukanlah proses yang cepat. Proses geologis yang diperlukan untuk membentuk selat membutuhkan waktu jutaan tahun dan melibatkan aktivitas tektonik yang hingga kini belum terdeteksi di kawasan tersebut.

Dengan begitu, meskipun Selat Muria pernah menjadi jalur kehidupan yang vital bagi Kerajaan Demak dan wilayah sekitarnya, harapan akan kembalinya selat tersebut dalam waktu dekat belum memiliki dasar ilmiah yang kuat. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan