Sengketa BUMN Nuklir dengan BRIN Soal Pengalihan Aset Rp20 M

Fasilitas pengolahan nuklir di Science Techno Park Habibie, Serpong, menjadi sengketa di antara BRIN dengan BUMN Nuklir, Inuki-. Foto-Net-

Radarlambar.bacakoran.co - Sengketa antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) atau Inuki terkait fasilitas pengolahan nuklir di Science Techno Park Habibie, Serpong, terus bergulir. Permasalahan bermula pada 2021, saat BRIN dibentuk dan mengambil alih Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), tempat Inuki sebelumnya bernaung.

Direktur Utama Inuki, R. Herry, menjelaskan bahwa pihaknya dilarang melanjutkan aktivitas di fasilitas milik Batan yang telah digunakan sejak 1996. Inuki yang dulu bernama PT Batan Teknologi, sempat memperoleh hibah tiga pusat penelitian dan menjalankan produksi radioisotop serta radiofarmaka di gedung-gedung yang berada di kawasan nuklir tersebut.

Pada 2022, BRIN sempat menyetujui pengalihan aset milik Inuki senilai Rp20,9 miliar dengan komitmen menanggung biaya dekontaminasi sekitar Rp70 miliar. Namun, niat itu dibatalkan. Menurut Herry, pembatalan ini bertentangan dengan kesepakatan awal yang didukung Kementerian BUMN, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bahkan surat persetujuan dari BRIN sendiri.

Sementara itu, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menyatakan pengalihan aset dilakukan karena Inuki dinilai tidak mampu memenuhi standar keamanan pengelolaan nuklir. Aktivitas Inuki juga telah ditutup oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) karena sejumlah pelanggaran.

Handoko menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan menilai rencana pengalihan aset berisiko merugikan negara, mengingat BRIN harus mengeluarkan biaya besar untuk dekontaminasi, yang nilainya jauh melebihi aset yang dihibahkan. Karena itu, persetujuan pun dibatalkan.

Meski demikian, BRIN menyatakan masih berupaya mencari solusi atas persoalan ini. Handoko menyebut pihaknya tengah berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan. Ia juga meminta Inuki tidak terus menyalahkan BRIN, karena inisiatif penyelesaian berasal dari pihaknya.

Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, mendesak agar persoalan ini segera diselesaikan sebelum masa reses DPR pada 26 Mei 2025. BRIN menyatakan akan berupaya maksimal menyelesaikannya, termasuk melalui komunikasi dengan Kementerian Keuangan dan Presiden.(*/edi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan