Misi Damai atau Ancaman Baru? Drama Negosiasi Nuklir Iran-AS di Bawah Bayang Trump

Donal Trump--

Radarlambar.bacakoran.co -Di balik kerangka diplomasi internasional yang kaku, sebuah drama geopolitik tengah terjadi antara Amerika Serikat dan Iran, dua musuh lama yang kembali duduk di meja perundingan. Namun, negosiasi kali ini tidak dilakukan secara langsung. Oman, sebuah negara kecil di Teluk, berperan sebagai perantara dalam medan diplomasi yang penuh risiko tersebut.

Pada akhir Mei 2025, sinyal positif mulai muncul ketika utusan khusus Gedung Putih mengajukan proposal yang dianggap detail dan bisa diterima oleh pihak Iran. Juru bicara Gedung Putih menyerukan agar Iran menerima tawaran tersebut demi kepentingan nasional mereka, menyebutnya sebagai sebuah peluang yang harus diraih.

Meski demikian, Presiden Donald Trump menyampaikan pesan yang ambigu dengan nada yang mengombang-ambing antara harapan dan ancaman. Dalam sebuah wawancara, Trump menegaskan bahwa kesepakatan baru harus memberikan AS kebebasan untuk menghancurkan fasilitas nuklir Iran kapan pun dianggap perlu. Namun, di sisi lain, ia masih percaya kesepakatan itu bisa dicapai dalam waktu dua minggu ke depan.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran menegaskan bahwa Iran akan menanggapi proposal berdasarkan kepentingan nasionalnya. Tawaran dari AS disampaikan melalui Oman, yang berperan penting sebagai mediator di tengah komunikasi yang hampir terputus.

Sudah berlangsung lima putaran negosiasi, dengan pertemuan terakhir di Roma pada 23 Mei. Namun hingga kini belum ada titik temu. Amerika Serikat terus menuntut agar Iran menghentikan seluruh aktivitas pengayaan uranium, yang langsung ditolak oleh Teheran dengan tegas.

Meski demikian, Iran mulai menunjukkan sedikit kelonggaran dengan menyatakan kesiapan untuk menurunkan tingkat pengayaan uranium dan membuka akses pengawasan lebih besar terhadap fasilitas nuklirnya. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjukkan transparansi dan menegaskan bahwa program nuklir mereka memang untuk tujuan damai.

Negosiasi ini bukan sekadar persoalan teknis seputar nuklir, melainkan juga tarik-ulur antara harga diri nasional, persepsi kekuatan, dan bayang-bayang perang yang terus mengintai. Di balik semua itu, nasib jutaan rakyat di kedua negara menjadi taruhan besar—apakah dunia akan menyaksikan babak baru perdamaian, atau hanya jeda sementara sebelum konflik yang lebih parah?

Seperti halnya dunia diplomasi tingkat tinggi, apa yang tampak di permukaan hanyalah sebagian kecil dari pertarungan yang sesungguhnya sedang berlangsung di balik layar. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan