Iduladha dan Tradisi Lokal: Wujud Syukur dan Kebersamaan dari Aceh hingga Maluku

Foto: Ilustrasi hewan kurban. Foto CNBC Indonesia--

Radarlambar.bacakoran.co- Hari Raya Iduladha tak hanya bermakna spiritual bagi umat Muslim Indonesia, tetapi juga menghadirkan kekayaan budaya yang hidup dan diwariskan lintas generasi.

Bagi mereka yang tidak menunaikan ibadah haji, perayaan ini tetap menjadi momentum penting untuk mempererat silaturahmi dan menumbuhkan kepedulian sosial, khususnya lewat pembagian hewan kurban.

Di berbagai pelosok negeri, masyarakat menghidupkan Iduladha dengan tradisi-tradisi khas yang mencerminkan kearifan lokal sekaligus semangat gotong royong. Di Aceh, masyarakat merayakan Meugang, sebuah tradisi memasak dan menyantap daging bersama keluarga menjelang hari besar Islam. Tradisi ini telah berlangsung sejak masa Kesultanan Aceh dan menjadi simbol syukur atas keberkahan.

Sementara itu, di Semarang dan Yogyakarta, masyarakat mengekspresikan rasa syukur lewat arak-arakan hasil bumi dan gunungan. Di Yogyakarta, Grebeg Gunungan menjadi puncak perayaan yang penuh filosofi, saat hasil bumi dari Keraton diarak menuju Masjid Gede Kauman. Warga meyakini bahwa membawa pulang bagian dari gunungan dapat mendatangkan berkah.

Di Pasuruan, penghormatan terhadap hewan kurban terlihat dalam tradisi Manten Sapi. Sapi dihias layaknya pengantin sebelum diserahkan untuk disembelih, mencerminkan makna kesucian dan keikhlasan. Hal serupa juga terjadi di Gowa, Sulawesi Selatan, melalui upacara Accera Kalompoang yang membersihkan pusaka kerajaan sebagai bentuk penyucian spiritual menyambut hari suci.

Tradisi lain yang tak kalah unik terlihat di Banyuwangi, di mana suku Osing melakukan Mepe Kasur atau menjemur kasur khas bercorak merah-hitam sebagai simbol penolak bala. Di Cirebon dan Surakarta, perayaan Iduladha turut diramaikan alunan gamelan Sekaten, yang merupakan bagian dari warisan dakwah Wali Songo dan menjadi hiburan spiritual bagi masyarakat.

Di Madura, para perantau pulang kampung atau toron, dan melanjutkan dengan nyalase, yakni ziarah ke makam leluhur. Tradisi ini memperkuat tali keluarga dan penghormatan terhadap asal-usul. Sementara itu, di Bali, masyarakat Muslim menunjukkan semangat toleransi melalui tradisi Ngejot—berbagi makanan kepada tetangga non-Muslim sebagai bentuk rasa syukur dan persaudaraan antarumat beragama.

Di Tulehu, Maluku Tengah, pemuka adat dan agama membawa hewan kurban berkeliling desa sambil bertakbir. Tradisi ini diyakini membawa berkah dan menjauhkan desa dari bencana. Di tengah semangat spiritualitas, masyarakat tetap menjaga nilai-nilai kultural yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari.

Tradisi-tradisi ini memperlihatkan betapa Hari Raya Iduladha di Indonesia tidak hanya sekadar perayaan ibadah, tetapi juga perwujudan budaya luhur, nilai persatuan, dan semangat berbagi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari jati diri bangsa.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan