Candi Gedong Songo, Jejak Hindu Kuno di Lereng Gunung Ungaran

Candi Gedong Songo, Jejak Hindu Kuno di Lereng Gunung Ungaran. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co — Kabupaten Semarang menyimpan kekayaan sejarah dan budaya yang tak lekang oleh waktu. Salah satunya adalah Candi Gedong Songo, kompleks percandian Hindu yang terletak di lereng Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Situs ini menjadi destinasi favorit wisatawan yang ingin menelusuri jejak peradaban masa lampau.
Kompleks candi ini berada di Dusun Darum, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut. Dengan suhu sejuk berkisar 19–27 derajat Celsius, kawasan ini menawarkan perpaduan antara keindahan alam dan nuansa spiritual.
Asal Usul dan Sejarah
Nama Gedong Songo berasal dari bahasa Jawa, berarti “sembilan bangunan”. Kendati demikian, tidak semua struktur candi masih berdiri utuh. Saat ini, pengunjung dapat menyaksikan lima candi utama yang tersebar di berbagai titik lereng.
Candi Gedong Songo diperkirakan dibangun pada abad ke-8 Masehi, pada masa Kerajaan Mataram Kuno dari Dinasti Sanjaya. Pembangunan candi ditujukan sebagai tempat pemujaan terhadap Parswadewata—roh leluhur yang diyakini telah bersatu dengan Dewa Siwa dalam ajaran Hindu.
Struktur bangunan candi menunjukkan ciri khas arsitektur Hindu klasik di Jawa, serupa dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Beberapa arca penting yang ditemukan di sini antara lain Lingga-Yoni, Durga Mahisasuramardini, Ganesha, dan Agastya—tokoh-tokoh utama dalam ikonografi Siwaisme.
Penemuan Kembali dan Upaya Pelestarian
Setelah berabad-abad tertutup oleh alam, keberadaan Candi Gedong Songo pertama kali dilaporkan oleh peneliti Belanda, Loten, pada tahun 1740. Pada 1804, Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles menyebut lokasi ini sebagai Gedong Pitoe karena hanya tujuh bangunan yang teridentifikasi saat itu.
Kemudian, dalam periode 1908–1911, arkeolog Belanda Van Stein Callenfels menemukan dua struktur tambahan. Sejak saat itu, nama “Gedong Songo” pun digunakan untuk menyebut keseluruhan kompleks.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan terus melakukan penelitian, konservasi, dan revitalisasi. Pada 2024, proyek revitalisasi besar digelar dengan anggaran mencapai Rp 23 miliar.
Nilai Filosofis dan Edukasi Budaya
Struktur Candi Gedong Songo mengandung filosofi Hindu tentang kosmologi dan spiritualitas. Alas candi melambangkan dunia fana (bhurloka), bagian tengah sebagai tempat perjumpaan manusia dengan dewa (bhuvarloka), dan puncaknya menggambarkan dunia dewa (svarloka).
Sebagai warisan budaya, kompleks ini kini difungsikan tidak hanya sebagai destinasi wisata, tetapi juga sebagai sarana edukasi. Banyak pelajar dan peneliti datang untuk mempelajari sejarah perkembangan Hindu di Jawa.
Wisata Alam dan Aktivitas
Di samping nilai historis dan spiritualnya, Candi Gedong Songo juga menyuguhkan pesona alam khas pegunungan. Jalur pendakian yang menghubungkan satu candi ke candi lainnya menawarkan panorama lembah dan perbukitan hijau.
Pengunjung juga dapat menikmati fasilitas wisata seperti pemandian air panas alami, berkuda, dan area berkemah, menjadikan kunjungan ke Gedong Songo sebagai pengalaman rekreatif sekaligus reflektif.
Candi Gedong Songo menjadi simbol penting dalam sejarah arsitektur dan spiritualitas Hindu di Indonesia. Dengan pelestarian yang berkelanjutan dan dukungan edukasi publik, situs ini diharapkan terus menjadi ruang pembelajaran budaya bagi generasi mendatang. (*)