Luhut Dorong Revisi Garis Kemiskinan Nasional Sesuai Standar Global

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjahitan. - Foto Dok Detik Net--

Radarlambar.bacakoran.co- Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan menegaskan pentingnya merevisi garis kemiskinan nasional guna menyesuaikan standar internasional yang digunakan Bank Dunia.

Dalam konferensi infrastruktur yang berlangsung di Jakarta, Luhut menyebutkan bahwa DEN dan Badan Pusat Statistik (BPS) sedang mengkaji metodologi baru yang lebih mencerminkan kondisi riil masyarakat Indonesia.

Revisi ini menjadi penting setelah Bank Dunia memperbarui garis kemiskinan global berdasarkan paritas daya beli (Purchasing Power Parity/PPP) tahun 2021.

Bank Dunia kini menetapkan garis kemiskinan ekstrem dari US\$2,15 menjadi US\$3,00 per hari, sedangkan untuk negara berpendapatan menengah ke atas seperti Indonesia, angka tersebut naik dari US\$6,85 menjadi US\$8,30 per hari.

Perubahan ini berdampak signifikan terhadap statistik kemiskinan nasional. Dengan standar terbaru, Bank Dunia mencatat tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 68,3% dari total penduduk, atau sekitar 194,72 juta jiwa. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan bila menggunakan standar sebelumnya, yang menunjukkan tingkat kemiskinan 60,3% atau 171,91 juta jiwa.

Luhut menyampaikan bahwa jika Presiden Prabowo Subianto menyetujui hasil studi tersebut, maka angka kemiskinan nasional yang baru akan diumumkan secara resmi dan digunakan sebagai acuan dalam kebijakan pembangunan. Tujuannya adalah agar data kemiskinan lebih transparan dan sesuai realitas, sehingga bisa mendorong intervensi kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Meski begitu, BPS menyatakan bahwa adopsi penuh atas standar Bank Dunia perlu dikaji lebih lanjut. Indonesia baru saja masuk kategori negara berpendapatan menengah atas dengan Gross National Income (GNI) per kapita sebesar US\$4.870 pada 2023, yang masih berada di batas bawah klasifikasi. Oleh karena itu, penerapan standar kemiskinan global secara langsung dikhawatirkan akan menghasilkan angka kemiskinan yang terlalu tinggi dan kurang merepresentasikan daya beli riil masyarakat Indonesia.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan