Iran Ancam Keluar dari NPT, Ketegangan Regional Memuncak Usai Serangan Israel

Iran vs Israel: Dua Kekuatan Timur Tengah Saling Hantam, Siapa Lebih Perkasa?. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co -— Parlemen Iran tengah menyusun rancangan undang-undang yang dapat membuka jalan bagi negara itu keluar dari Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT), menyusul meningkatnya ketegangan dengan Israel dan tekanan internasional dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Langkah ini menandai respons Iran atas serangan udara Israel pada Jumat lalu serta resolusi IAEA yang menuding Teheran telah melanggar kewajiban dalam perjanjian NPT. Rancangan ini, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baghaei, masih dalam tahap awal. Namun ia menegaskan bahwa pemerintah akan menegakkan keputusan parlemen.
“Pemerintah akan bertindak sesuai dengan perkembangan terakhir, termasuk resolusi yang menurut kami telah menjadi dasar serangan Israel,” ujar Baghaei dalam konferensi pers yang dikutip Reuters, Senin (17/6/2025).
Ledakan Konflik dan Saling Serang
Ketegangan antara Iran dan Israel memuncak dalam lima hari terakhir. Iran menanggapi serangan udara Israel dengan meluncurkan rudal balasan. Setidaknya 224 warga Iran dan 24 warga Israel dilaporkan tewas dalam rentetan serangan itu.
Iran menilai bahwa resolusi Dewan Gubernur IAEA pada 13 Juni menjadi legitimasi bagi agresi militer terhadapnya. Dalam pernyataan resmi, Teheran mengecam keras sikap negara-negara pendukung resolusi, yang dinilai memicu instabilitas kawasan.
Di tengah konflik tersebut, Iran kembali menegaskan bahwa program nuklirnya bersifat damai. Namun, menurut Teheran, keanggotaannya dalam NPT tak lagi dihormati jika fasilitas nuklirnya terus menjadi sasaran serangan, khususnya dari Israel, negara yang tidak menandatangani NPT namun diyakini memiliki senjata nuklir.
Apa Itu NPT dan Mengapa Penting?
Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT) mulai berlaku sejak 1970. Tujuannya adalah mencegah penyebaran senjata nuklir, mendorong pelucutan senjata oleh lima negara nuklir resmi (AS, Inggris, Prancis, Rusia, dan Tiongkok), serta menjamin hak negara lain untuk mengembangkan energi nuklir secara damai.
Saat ini, 191 negara menjadi anggota NPT. Hanya sedikit negara yang berada di luar perjanjian ini, termasuk Israel, India, Pakistan, dan Korea Utara—yang secara resmi menarik diri pada 2003.
NPT memang memungkinkan negara anggota untuk mundur jika mereka merasa kepentingan nasionalnya terancam. Namun, penarikan tersebut harus disampaikan tiga bulan sebelumnya kepada negara anggota lain dan Dewan Keamanan PBB.
Iran dan IAEA: Ketegangan Lama yang Belum Reda
Iran telah menandatangani NPT sejak 1970 sebagai negara non-nuklir. Namun hubungan dengan IAEA terus memburuk sejak 2019, saat badan pengawas nuklir PBB itu menuduh Iran menyembunyikan lokasi dengan jejak uranium.
Iran berulang kali membantah tudingan itu, menyebutnya sebagai tuduhan yang tidak berdasar dan bermuatan politik. Resolusi terbaru IAEA pada Juni 2025 adalah yang pertama sejak hampir dua dekade terakhir, dan memperkuat tekanan terhadap Iran untuk transparan.
Konflik dengan IAEA juga berkaitan erat dengan dinamika geopolitik. Pada 2015, Iran dan enam negara besar menandatangani kesepakatan nuklir yang membatasi program nuklir Teheran dengan imbalan pencabutan sanksi. Namun, kesepakatan ini goyah sejak Amerika Serikat keluar secara sepihak pada 2018 di bawah pemerintahan Donald Trump.
Sejak saat itu, Iran terus meningkatkan kapasitas pengayaan uraniumnya dan negosiasi dengan AS berjalan terseok-seok.
Jalan Menuju Penarikan Diri?
Jika Iran benar-benar keluar dari NPT, negara itu akan mengikuti jejak Korea Utara—satu-satunya negara yang sejauh ini resmi menarik diri dari perjanjian tersebut. Langkah itu bisa membawa konsekuensi besar, termasuk sanksi internasional baru dan potensi eskalasi konflik bersenjata di kawasan Timur Tengah.
Untuk saat ini, belum ada keputusan final dari parlemen Iran. Namun niatan tersebut menambah kekhawatiran global atas masa depan pengendalian senjata nuklir. (*)