Mendaki Jabal Nur: Napak Tilas Wahyu Pertama Nabi Muhammad

Mendaki Jabal Nur: Napak Tilas Wahyu Pertama Nabi Muhammad. Foto/ net--
Radarlambar.bacakoran.co -Suasana pagi di Makkah terasa berbeda pada Sabtu, 14 Juni 2025. Ratusan jemaah haji dari berbagai penjuru dunia, termasuk rombongan Media Center Haji (MCH) Indonesia, berbondong-bondong mendaki Jabal Nur. Gunung yang juga dikenal sebagai "bukit cahaya" ini bukan sekadar destinasi religi—di sinilah sejarah Islam bermula. Tepat di puncaknya, terdapat Gua Hira, tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama, surah Al-Alaq ayat 1-5.
Jejak Langkah Sang Nabi
Lebih dari 1.400 tahun lalu, Nabi Muhammad berjalan sejauh 6 kilometer dari rumahnya di Mekah untuk menyepi di gua kecil di puncak Jabal Nur. Gunung ini berbatu dan terjal, tanpa tangga atau jalur yang memudahkan. Untuk mencapai Gua Hira, Nabi bahkan harus menuruni celah sempit sedalam 20 meter setelah pendakian panjang. Di sanalah beliau berkhalwat—merenung, bertafakur, hingga akhirnya menerima risalah kenabian yang mengubah wajah dunia.
Kini, para peziarah bisa mengikuti jejak itu meski dengan medan yang telah dipermudah. Terdapat sekitar 600 anak tangga dan jalan alternatif berupa jalur pasir selebar 4 meter untuk memudahkan pendakian. Namun, meski telah tertata, tetap dibutuhkan stamina prima untuk mencapai puncaknya—sekitar dua jam perjalanan mendaki dari kaki bukit.
Dari Situs Sejarah ke Destinasi Religi
Pemerintah Arab Saudi telah mengembangkan kawasan ini menjadi kompleks wisata religi bernama Hira Cultural District. Di area seluas lima hektare, pengunjung dapat menikmati taman, museum, pusat perbelanjaan, food court, dan wahana naik unta. Dari titik ini, perjalanan spiritual menuju Gua Hira pun dimulai.
Setibanya di puncak, panorama Kota Makkah terbentang luas. Menara Zamzam berdiri megah di antara lautan bangunan. Pengunjung bisa beristirahat di bebatuan datar yang tersedia atau menyaksikan jemaah lain bersedekah kepada sukarelawan yang membersihkan jalur pendakian.
Untuk mencapai Gua Hira, perjalanan belum selesai. Lokasi gua berada sedikit menurun dari puncak, tersembunyi di punggung Jabal Nur. Ukurannya sempit—hanya muat satu hingga dua orang—sehingga peziarah harus antre dengan sabar. Di dalamnya, ada dua sisi: satu sisi tempat Nabi beristirahat, sisi lain tempat beliau merenung dalam keheningan.
Mengapa Gua Hira?
Gua Hira bukan tempat biasa. Gunungnya memiliki bentuk unik, menyerupai torbus—topi khas Turki atau punuk unta jika dilihat dari kejauhan. Keunikan ini yang diyakini menjadi alasan Nabi memilih tempat tersebut untuk bertafakur. Posisi gua juga menghadap langsung ke arah Ka’bah, mempertegas bahwa tempat ini memiliki arah spiritual yang kuat.
Refleksi dan Pelajaran
Mendaki Jabal Nur bukan sekadar wisata rohani. Setiap langkah menuju Gua Hira membawa renungan tentang perjuangan Nabi Muhammad dalam menerima dan menyampaikan risalah. Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, mendaki gunung ini menjadi cara untuk sejenak berhenti, merenung, dan kembali mengingat dari mana semuanya bermula.
Jabal Nur bukan hanya bukit batu—ia adalah monumen spiritual yang menantang fisik dan menggetarkan batin. Di puncaknya, setiap napas terasa lebih berarti, dan setiap pandangan ke arah Ka’bah seolah mengingatkan kita bahwa jalan menuju kebaikan selalu dimulai dari keheningan dan ketulusan hati. (*)