Pemerintah Usulkan Subsidi Solar Tetap Rp 1.000 per Liter di RAPBN 2026

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. -Foto-net.--

Radarlambar.bacakoran.co-Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan agar subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar Subsidi tetap berada di angka Rp 1.000 per liter dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Besaran subsidi ini sama seperti yang telah ditetapkan dalam APBN 2025.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta menjelaskan bahwa harga jual Solar Subsidi yang saat ini ditetapkan sebesar Rp 6.800 per liter masih jauh di bawah harga keekonomiannya. Per Juni 2025, harga keekonomian Solar telah mencapai Rp 10.343 per liter, menciptakan selisih lebih dari Rp 3.500 per liter yang harus ditanggung oleh pemerintah.

Walau subsidi tetap ditetapkan hanya Rp 1.000 per liter, negara menutupi selisih besar tersebut melalui mekanisme kompensasi kepada badan usaha. Artinya, porsi pengeluaran pemerintah tidak berhenti di angka subsidi saja, tetapi juga melibatkan skema tambahan agar harga Solar tetap terjangkau oleh masyarakat.

Solar bersubsidi masih menjadi energi vital di berbagai sektor produktif nasional. BBM jenis ini digunakan luas dalam transportasi darat, transportasi laut, kereta api, sektor perikanan dan pertanian, hingga pelayanan publik dan pelaku usaha mikro. Keberadaan subsidi dan kompensasi ini menjaga daya beli serta keberlanjutan operasional sektor-sektor tersebut, terutama di tengah tekanan harga energi global yang fluktuatif.

Dengan skema subsidi tetap dan kompensasi meningkat, pemerintah tampak berusaha menjaga keseimbangan antara stabilitas harga energi domestik dan keberlanjutan fiskal negara. Namun, tantangan utama ke depan adalah efektivitas penyaluran subsidi Solar agar tepat sasaran. Isu seperti kebocoran, penyalahgunaan untuk industri besar, dan ketimpangan distribusi masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas.

Dalam konteks jangka panjang, tekanan fiskal akibat beban subsidi dan kompensasi BBM seperti Solar juga mendorong urgensi percepatan transisi energi, terutama untuk sektor-sektor yang sangat bergantung pada BBM fosil. Di sisi lain, ketergantungan masyarakat terhadap BBM bersubsidi masih tinggi, sehingga kebijakan transisi energi harus dijalankan secara bertahap dengan pendekatan yang inklusif.

RAPBN 2026 yang tengah dirancang akan menjadi salah satu indikator penting bagaimana pemerintah menyeimbangkan kebutuhan energi rakyat dengan keberlanjutan fiskal dan arah transformasi energi nasional.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan