Pemerintah Butuh Rp8.297 T untuk Kejar Pertumbuhan 6,3 Persen di 2026

Menkeu Sri Mulyani melaporkan posisi keuangan negara per 31 Desember 2024 menunjukkan total kewajiban pemerintah mencapai Rp10.269 triliun. -Foto CNN Indonesia-
Radarlambar.bacakoran.co - Pemerintah menyiapkan strategi ambisius untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai angka 6,3 persen pada tahun 2026. Berdasarkan paparan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, realisasi target tersebut memerlukan total investasi sebesar Rp8.297,8 triliun.
Rencana ini menjadi bagian dari tahapan menuju pertumbuhan ekonomi tinggi sebesar 8 persen pada tahun 2029. Untuk mencapai sasaran 2026, pembiayaan tidak hanya bertumpu pada anggaran pemerintah, melainkan mayoritas diharapkan datang dari sektor swasta dan badan usaha milik negara (BUMN). Pemerintah pusat hanya mengalokasikan sekitar 4,2 persen dari total kebutuhan investasi, atau setara Rp349,9 triliun. Sementara BUMN diharapkan berkontribusi sekitar Rp480,8 triliun atau 5,79 persen. Porsi terbesar dipatok untuk sektor masyarakat dan swasta yang mencakup hampir 90 persen dari total investasi yang dibutuhkan, yakni Rp7.467,1 triliun.
Struktur pembiayaan ini menunjukkan fokus pemerintah pada penciptaan iklim investasi yang ramah dan kompetitif. Dengan demikian, sektor non-pemerintah akan terdorong untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan proyek strategis, khususnya yang memiliki nilai tambah tinggi seperti energi terbarukan, hilirisasi industri, digitalisasi, dan ketahanan pangan.
Untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian global yang masih membayangi, pemerintah mematok proyeksi pertumbuhan dalam rentang yang lebih fleksibel, yakni antara 5,8 hingga 6,3 persen. Pendekatan ini dianggap realistis untuk menyesuaikan dengan dinamika global, terutama yang berkaitan dengan inflasi, geopolitik, dan fluktuasi pasar keuangan internasional.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi pada 2026 diperkirakan akan banyak didorong oleh konsumsi rumah tangga, peningkatan investasi domestik, dan kontribusi ekspor. Sementara dari sisi sektoral, pengolahan hasil pertanian, industri makanan dan minuman, serta teknologi informasi dan komunikasi diproyeksikan sebagai penggerak utama aktivitas produksi nasional.
Dalam konteks regional, pertumbuhan ekonomi tidak lagi hanya mengandalkan pulau Jawa. Pemerintah menargetkan sebagian besar provinsi di luar Jawa mampu tumbuh di atas 7 persen. Strategi ini sejalan dengan kebijakan pemerataan ekonomi yang selama ini menjadi isu krusial dalam pembangunan nasional.
Keterlibatan daerah menjadi kunci untuk mengangkat kinerja ekonomi secara nasional. Pemerintah pusat akan mendorong sinergi antara program nasional dan perencanaan pembangunan daerah, agar setiap wilayah dapat memaksimalkan potensi sektoralnya, baik di bidang pertanian, pariwisata, industri kreatif, maupun ekonomi biru.
Dengan target ambisius, kebutuhan investasi besar, dan pendekatan yang inklusif, pemerintah menyiapkan landasan kuat menuju transformasi ekonomi jangka menengah. Tantangannya kini adalah menjaga stabilitas makroekonomi dan kepercayaan investor agar seluruh potensi yang ada benar-benar bisa dioptimalkan dalam waktu yang relatif singkat.(*/edi)