Penasihat Netanyahu Terancam Dakwaan Pidana atas Dugaan Kebocoran Dokumen Rahasia

Benyamin Netanyahu . Foto/net--

Radarlambar.bacakoran.co Jaksa Agung Israel Gali Baharav-Miara mengungkapkan bahwa Jonatan Urich, salah satu penasihat terdekat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, terancam menghadapi dakwaan pidana. Urich diduga terlibat dalam pembocoran dokumen militer rahasia yang dapat membahayakan keamanan nasional. Pernyataan ini disampaikan pada Minggu, 13 Juli 2025.

Menurut laporan Times of Israel, Urich bersama Eli Feldstein, mantan juru bicara militer Netanyahu, dituduh mengambil informasi sensitif dari sistem intelijen militer Israel. Dokumen yang mereka bocorkan dilaporkan memuat strategi Hamas dalam negosiasi penyanderaan dan termasuk dalam kategori informasi dengan tingkat klasifikasi tertinggi. Informasi tersebut kemudian diserahkan kepada surat kabar Bild di Jerman.

Kebocoran ini ditengarai sebagai upaya untuk memengaruhi opini publik mengenai Netanyahu, terutama setelah insiden yang menewaskan enam sandera Israel pada akhir Agustus 2024. Artikel Bild yang memuat isi dokumen rahasia tersebut terbit hanya beberapa hari setelah jasad para sandera ditemukan di sebuah terowongan Hamas di Gaza Selatan. Empat dari enam korban termasuk dalam daftar lebih dari 30 sandera yang akan dibebaskan jika kesepakatan gencatan senjata berhasil dicapai.

Jaksa menilai bahwa dokumen rahasia tersebut dimanfaatkan untuk memperkuat narasi Netanyahu, yang menyalahkan Hamas atas kegagalan negosiasi pembebasan sandera. Di sisi lain, keluarga para sandera menuding Netanyahu sengaja menggagalkan upaya perdamaian demi kepentingan politik, sebuah klaim yang dibantah oleh sang perdana menteri.

Pihak Urich sendiri membantah semua tuduhan, menyebutnya sebagai manuver politik dari kantor kejaksaan. Kuasa hukumnya menegaskan bahwa Urich tidak pernah memiliki maupun menyebarkan dokumen rahasia yang dapat membahayakan keamanan nasional.

Sementara itu, perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas kembali berlangsung di Doha. Sebelumnya, kedua pihak sempat mencapai gencatan senjata pada Januari 2025, yang memungkinkan pembebasan 38 sandera dalam periode dua bulan. Namun, negosiasi yang lebih baru kembali diwarnai kebuntuan. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan