Kronologi Awal Kasus Korupsi Laptop Rp 1,98 T Hingga Seret Nama Nadiem Makarim

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim usai menjalani pemeriksaan di Gadung Jampidsus, Kejaksaan Agung. Foto-Net--
Radarlambar.bacakoran.co- Penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus bergulir.
Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini, sementara puluhan saksi juga telah dimintai keterangan.
Empat tersangka yang diumumkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus adalah Sri Wahyuningsih (SW), Mulatsyah (MUL), Ibrahim Arief (IBAM), dan Jurist Tan (JT).
SW merupakan mantan Direktur Sekolah Dasar di Ditjen PAUD Dikdasmen, MUL menjabat sebagai Direktur SMP di periode yang sama, sementara IBAM adalah konsultan teknologi, dan JT menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Nadiem Makarim saat itu.
Penyidik mengungkap bahwa rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan telah dibahas sejak Agustus 2019, sebelum Nadiem Makarim resmi dilantik sebagai menteri pada Oktober 2019.
Pembahasan inisiasi dilakukan melalui grup WhatsApp bernama "Mas Menteri Core Team" yang dibuat oleh Nadiem, Jurist Tan, dan Fiona Handayani (FN).
Pada Desember 2019, Jurist mewakili Nadiem bertemu dengan YK dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) untuk membahas rencana pengadaan perangkat teknologi informasi dengan sistem operasi ChromeOS.
Pembicaraan tersebut berlanjut hingga pertemuan daring dengan para tersangka lainnya, termasuk FN. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa peran staf khusus tidak mencakup pengambilan keputusan dalam perencanaan maupun pengadaan barang dan jasa.
Pada Februari hingga April 2020, Nadiem Makarim bertemu dengan perwakilan Google untuk membicarakan skema kerja sama, termasuk usulan co-investment sebesar 30 persen dari pihak Google untuk program pengadaan tersebut.
Jurist dan Ibrahim Arief kemudian menindaklanjuti pembicaraan tersebut, termasuk menyusun kajian teknis.
Ibrahim disebut mempengaruhi tim teknis agar mendemonstrasikan perangkat Chromebook dalam rapat-rapat internal.
Pada awalnya, ia menolak menandatangani hasil kajian karena tidak mencantumkan sistem operasi ChromeOS. Namun pada kajian lanjutan, jenis sistem operasi tersebut akhirnya disebutkan secara eksplisit.
Sri Wahyuningsih diketahui mengambil alih peran sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) setelah dua pejabat sebelumnya dianggap tidak mampu menjalankan instruksi pengadaan.
Ia juga diduga mengubah metode pengadaan dari e-katalog menjadi SIPLAH dan menyusun petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah untuk pengadaan 15 unit laptop per sekolah dasar dengan harga satuan senilai Rp 88,25 juta.