APJII Soroti Proyek Internet 100 Mbps, Pemerintah Diminta Proporsional

Ilustrasi CNBC--

Radarlambar.bacakoran.co- Rencana pemerintah untuk menghadirkan akses internet berkecepatan 100 Mbps ke seluruh wilayah Indonesia menuai tanggapan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Program ini dinilai sebagai langkah awal yang baik menuju cita-cita digital nasional, seperti yang tercermin dalam peta jalan Giga City. Namun, APJII mengingatkan agar proyek tersebut tidak diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan kondisi geografis dan ekonomi di masing-masing daerah.

APJII menekankan bahwa biaya pembangunan infrastruktur internet tetap belum merata secara efisien di seluruh Indonesia. Wilayah-wilayah di luar Jawa, seperti Kalimantan dan Bali, masih menghadapi tantangan besar karena ketergantungan pada gateway internasional yang sebagian besar terpusat di Jakarta. Perbedaan biaya ini berpotensi menyulitkan penyedia layanan internet jika dipaksa memenuhi standar kecepatan tanpa subsidi atau pendekatan yang adaptif.

Dalam forum Digital Transformation Indonesia Customer Experience (DTI-CX) 2025, APJII juga menyampaikan bahwa meskipun 100 Mbps merupakan target yang ambisius, realisasi di lapangan masih menghadapi kendala struktural. Kawasan Indonesia Timur, khususnya, mengalami harga layanan broadband yang tinggi sehingga penetrasi kecepatan tinggi masih tergolong rendah.

Dalam laporan “Profil Internet Indonesia 2025” yang diluncurkan bersamaan dengan forum tersebut, terungkap bahwa mayoritas masyarakat Indonesia saat ini masih menggunakan paket internet tetap dengan kecepatan antara 10 hingga 30 Mbps. Sebanyak 33,43% pengguna berada di kategori 10 hingga kurang dari 20 Mbps, dan 21,06% pada kategori 20 hingga kurang dari 30 Mbps. Sementara pengguna yang telah mengakses kecepatan 100 Mbps ke atas hanya mencapai 2,31%. Angka ini mencerminkan tantangan besar dalam transisi ke konektivitas berkecepatan tinggi.

Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah membuka proses seleksi pita frekuensi 1,4 GHz untuk layanan akses nirkabel pita lebar. Kebijakan ini diharapkan dapat memperluas jangkauan internet tetap, terutama untuk mempercepat transformasi digital di daerah-daerah yang belum tersentuh layanan optimal. Komdigi juga menekankan pentingnya pemanfaatan maksimal spektrum frekuensi demi menjamin peningkatan kualitas layanan dan ketersediaan akses bagi masyarakat.

Seleksi ini dibuka bagi penyelenggara telekomunikasi yang telah memiliki izin usaha jaringan tetap berbasis fiber optik, izin broadband wireless access (BWA), atau sebagai internet service provider (ISP). Peserta wajib menyampaikan proposal teknis dengan target cakupan rumah tangga serta komitmen penyediaan layanan minimal 100 Mbps dalam waktu lima tahun, sebagai bagian dari syarat administrasi seleksi.

Langkah strategis ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai membuka ruang kolaboratif antara regulator dan pelaku industri dalam mencapai cita-cita transformasi digital yang merata. Namun, seperti disoroti APJII, keberhasilan program ini bergantung pada kemampuan untuk menyesuaikan kebijakan dengan konteks lokal dan memastikan investasi infrastruktur berjalan secara efisien dan inklusif.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan