BUMN Pangkas Tantiem dan Insentif, Hemat Triliunan Rupiah Setiap Tahun

Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala BPI Danantara Rosan Roeslani. Foto Biro Pers Sekretariat Presiden. Foto Dok--
RADARLAMBAR.BACA KORAN.CO – Langkah reformasi besar-besaran tengah dilakukan pemerintah terhadap sistem remunerasi di lingkungan badan usaha milik negara (BUMN). Salah satu gebrakan teranyar datang dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang mengambil kebijakan tegas: menghapus pemberian tantiem kepada komisaris dan memangkas insentif untuk jajaran direksi BUMN di bawah portofolio mereka.
Langkah yang disebut-sebut sebagai bagian dari upaya pembenahan sistem tata kelola ini ternyata tidak sekadar simbolik. Pemerintah mengklaim kebijakan tersebut mampu menekan pengeluaran hingga Rp8 triliun setiap tahunnya. Angka fantastis itu muncul dari hasil perhitungan konservatif atas besarnya dana yang selama ini digelontorkan untuk bonus berbasis kinerja yang diberikan kepada pejabat tinggi di BUMN.
Kebijakan penghapusan tantiem bagi komisaris dan penyesuaian insentif direksi ini mulai diterapkan untuk tahun buku 2025. BPI Danantara, yang kini menjadi tangan kanan pemerintah dalam mempercepat efisiensi dan optimalisasi portofolio investasi negara, telah memformalkan kebijakan ini melalui surat resmi yang menyasar seluruh perusahaan di bawah naungan mereka.
Remunerasi Tak Lagi Asal Kasih
Selama ini, sistem insentif dan tantiem dinilai tidak sepenuhnya mencerminkan kontribusi nyata dari pejabat-pejabat di kursi dewan komisaris maupun direksi. Dengan adanya kebijakan baru, struktur penghargaan kini digeser agar lebih sejalan dengan performa riil dan transparansi keuangan masing-masing perusahaan.
Bagi para direksi, bonus dan insentif tetap diberikan, namun disesuaikan sepenuhnya dengan pencapaian operasional dan laporan keuangan yang objektif. Artinya, tidak ada lagi ruang untuk imbalan jumbo tanpa kinerja yang solid.
Sementara itu, bagi para komisaris, sistem tantiem yang biasanya menjadi bagian dari kompensasi tahunan kini dihapus total. Sebagai gantinya, para komisaris tetap akan menerima pendapatan bulanan yang layak dan tetap, disesuaikan dengan tanggung jawab serta kontribusi terhadap pengawasan perusahaan. Model baru ini diadopsi dari praktik tata kelola perusahaan terbaik di dunia, yang menekankan netralitas dan integritas dalam jabatan komisaris yang bersifat non-eksekutif.
Menakar Efisiensi dan Akuntabilitas
Reformasi remunerasi ini bukan semata perkara penghematan. Lebih dari itu, langkah ini merupakan bagian dari visi besar membangun BUMN yang lebih efisien, profesional, dan berorientasi pada kepentingan publik. Pemerintah ingin menghapus persepsi lama bahwa jabatan di BUMN hanya menjadi "lumbung uang" bagi segelintir elite tanpa kontribusi signifikan terhadap perusahaan maupun negara.
Struktur baru yang dirancang oleh BPI Danantara secara otomatis akan memperkuat budaya akuntabilitas. Setiap rupiah insentif yang dikeluarkan harus dapat dipertanggungjawabkan melalui indikator kinerja yang konkret. Dalam jangka panjang, diharapkan kebijakan ini mampu mempercepat transformasi BUMN menjadi entitas bisnis yang sehat, kompetitif, dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Dukungan Presiden dan Komitmen Lanjutan
Implementasi kebijakan ini pun telah mendapat restu dari Presiden Prabowo Subianto. Dalam sidang kabinet paripurna yang berlangsung baru-baru ini, pimpinan BPI Danantara secara langsung memaparkan hasil kajian dan proyeksi dampak dari reformasi ini kepada kepala negara.
Kepala negara dikabarkan memberikan perhatian serius terhadap efisiensi BUMN, terutama karena sektor ini memegang peran vital dalam pembangunan nasional. Dengan alokasi anggaran yang lebih tertib dan akurat, pemerintah dapat memfokuskan belanja negara ke sektor-sektor prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Tak berhenti sampai di sini, BPI Danantara juga telah menyusun langkah lanjutan untuk memastikan kebijakan ini dijalankan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pengawasan internal diperkuat, dan transparansi diharuskan dalam setiap laporan keuangan dan evaluasi kinerja perusahaan negara. (*/rinto)