Era Baru Haji Indonesia: Lahirnya Kementerian Haji dan Umrah

Foto: Infografis/ Ibadah Haji. CNBC Indonesia--
RADARLAMBARBACAKORAN.CO- Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia memasuki babak baru di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Melalui amandemen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, ke depan ibadah haji dan umrah nasional akan ditangani oleh Kementerian Haji dan Umrah. Pembentukan kementerian baru ini menjadi tonggak reformasi kedua dalam sejarah penyelenggaraan haji di Indonesia.
Reformasi pertama terjadi pada lahirnya UU Nomor 17 Tahun 1999, yang bertujuan memperbaiki pelayanan jemaah haji sekaligus memberantas inefisiensi dan praktik korupsi di era Orde Baru. Namun, monopoli pengelolaan haji oleh Kementerian Agama sebagai regulator, operator, sekaligus pengawas, membuat tata kelola haji tetap tidak transparan. Amandemen UU pada 2008 dan 2019 pun tidak banyak mengubah situasi.
Kini, melalui Perpres Nomor 154 Tahun 2024, Presiden Prabowo memperkenalkan Badan Penyelenggara (BP) Haji yang menggantikan peran Kemenag. Sesuai amandemen terbaru, BP Haji akan bertransformasi menjadi Kementerian Haji dan Umrah, sementara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah di Kemenag resmi dilikuidasi.
Langkah ini membawa harapan besar. Dengan kuota lebih dari 220 ribu jemaah setiap tahun, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jamaah haji terbesar di dunia, yakni sekitar 12 persen dari total 2 juta jemaah global. Pada 2024 saja, 241 ribu jemaah menghabiskan biaya hingga Rp 22,5 triliun, sebagian besar untuk transportasi udara, akomodasi, dan layanan di Tanah Suci. Sementara itu, lebih dari 1,4 juta jemaah umrah asal Indonesia menghabiskan Rp 51,3 triliun, sehingga total dana yang berputar dari haji dan umrah mencapai Rp 73,8 triliun.
Kementerian Haji dan Umrah diharapkan mampu menekan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang terus meningkat. Selama 15 tahun terakhir, biaya haji rata-rata naik 6,6 persen per tahun, dari Rp 35 juta pada 2010 menjadi sekitar Rp 90 juta pada 2025. Dengan posisi tawar Indonesia yang kuat, skala besar ini semestinya dapat dimanfaatkan untuk memperoleh layanan lebih baik dengan biaya lebih rendah.
Kementerian baru juga dituntut menghadirkan petugas haji profesional. Hal ini demi mengakhiri praktik penugasan temporer yang hanya mencari kesempatan berhaji gratis tanpa kompetensi memadai. Profesionalisme petugas menjadi kunci agar jamaah memperoleh layanan optimal sejak sebelum keberangkatan hingga pascahaji.
Tantangan besar lainnya adalah antrean panjang haji reguler yang kini mencapai 5,4 juta orang. Waktu tunggu terpendek sekitar 17 tahun di Sulawesi Utara, sedangkan yang terlama mencapai 48 tahun di Sulawesi Selatan. Diplomasi kuota menjadi tugas krusial kementerian baru ini, mengingat tambahan 20 ribu kuota haji pada 2024 diperoleh lewat negosiasi antar pemerintah.