Disdikbud Pesbar akan Petakan Anak Putus Sekolah

DISDIKBUD Pesbar berencana akan petakan anak putus sekolah khususnya usia 16 hingga 21 tahun. Foto Dok--

PESISIR TENGAH - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) segera melakukan langkah serius untuk memetakan persoalan anak putus sekolah di wilayah setempat. Upaya ini menjadi tindak lanjut atas surat yang diterima dari Disdikbud Provinsi Lampung terkait instruksi pendataan anak atau siswa berusia 16 hingga 21 tahun yang tidak lagi melanjutkan pendidikan.

Plt. Kepala Disdikbud Pesbar, Marnentinus, S.IP., melalui Plt. Kabid Pendidikan Dasar, PAUD, dan PNFI, Hadianca, S.E., menjelaskan bahwa pihaknya sudah menerima surat resmi dari provinsi mengenai kewajiban pendataan. Pendataan ini tidak hanya sekadar angka, melainkan basis penting untuk menentukan arah kebijakan pendidikan di daerah ini yang terus berbenah.

“Kami juga rencananya akan berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait di lingkungan Pemkab Pesbar, kecamatan, pekon, maupun instansi lain yang relevan. Semua pihak akan dilibatkan agar pendataan anak putus sekolah ini bisa berjalan optimal,” katanya.

Menurutnya, keberhasilan pendataan tidak hanya ditentukan oleh ketelitian petugas di lapangan, tetapi juga keterbukaan masyarakat dalam menyampaikan informasi yang sebenarnya. Ia menegaskan bahwa data valid akan menjadi landasan utama bagi pemerintah untuk mengambil langkah yang tepat. Saat ini juga belum di ketahui pasti terkait dengan jumlah anak atau siswa di Pesbar ini yang mengalami putus sekolah, termasuk faktir yang mempengaruhinya.

“Mudah-mudahan dalam rencana pendataan nanti tidak ada kendala dan bisa berjalan lancar. Kita berharap dapat menghasilkan data yang valid, karena data ini juga sangat penting bagi Kabupaten Pesbar,” ujarya.

Dijelaskannya, pemetaan anak putus sekolah ini diharapkan tidak sekadar mencatat jumlah, melainkan juga menggali lebih dalam mengenai latar belakang yang membuat mereka berhenti mengenyam pendidikan. Dengan demikian, solusi yang diambil nantinya benar-benar sesuai kebutuhan dan kondisi riil di lapangan. Artinya, data yang diperoleh memang valid dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Karena itu, diharapkan dalam rencana pendataan nanti dapat berjalan sesuai dengan baik, karena ini untuk kepentingan bersama,” jelasnya.

Ketika disinggung mengenai faktor penyebab anak putus sekolah, Hadianca menyebut ada berbagai kemungkinan yang memengaruhi. Meski pemerintah telah menjamin sekolah gratis, nyatanya masih ada kebutuhan lain yang menjadi beban keluarga.

“Seperti halnya faktor ekonomi mungkin masih menjadi alasan yang cukup dominan karena kebutuhan sekolah lainnya tetap memerlukan dana, dan hal itu kadang cukup berat bagi wali murid yang kondisi ekonominya terbatas,” jelasnya.

Selain persoalan ekonomi, faktor lain yang tidak kalah penting adalah kurangnya kesadaran orang tua mengenai pentingnya pendidikan. Menurut Hadianca, sebagian masyarakat masih menganggap sekolah bukanlah kebutuhan utama, apalagi jika kondisi keluarga menuntut anak untuk bekerja membantu orang tua.

“Bahkan, kondisi sosial ekonomi yang rendah bisa memperparah keadaan sehingga anak akhirnya memilih berhenti sekolah,” ungkapnya.

Melalui pendataan ini, Disdikbud Pesbar menargetkan adanya peta permasalahan yang jelas, sehingga program intervensi yang dilaksanakan tidak sekadar bersifat formalitas. Upaya ini juga sejalan dengan misi pemerintah daerah dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) yang salah satu komponennya ditentukan oleh kualitas pendidikan.

“Kita berharap dengan adanya data yang valid, pemerintah juga dapat menyusun program yang betul-betul menjawab kebutuhan masyarakat, sehingga tidak ada lagi anak di Pesbar yang kehilangan kesempatan untuk menempuh pendidikan,” pungkasnya.(yayan/*)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan