Utang RI Tembus Rp9.138 Triliun, Kemenkeu: Akan Dibayar dari Pajak
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto. Foto CNN Indonesia--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang Indonesia mencapai Rp9.138 triliun per Juni 2025, terdiri dari pinjaman Rp1.157 triliun dan surat berharga negara (SBN) Rp7.980 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Suminto menegaskan bahwa seluruh utang tersebut akan dibayar menggunakan uang pajak masyarakat, sehingga pemerintah harus berhati-hati dalam menambah beban utang baru.
“Utang ini future tax — kewajiban yang akan dipenuhi oleh generasi mendatang melalui pajak. Karena itu, kita berutang harus terukur dan dalam batas kemampuan membayar kembali di masa depan,” ujar Suminto dalam Media Gathering 2025 di Bogor, Jumat (10/10).
Posisi utang pada Juni ini sedikit menurun dibandingkan Mei 2025 sebesar Rp9.177 triliun, namun meningkat dibandingkan akhir 2024 yang masih Rp8.813 triliun.
Dengan outstanding tersebut, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tercatat 39,86 persen, level yang menurut Suminto masih moderate dan sehat dibandingkan negara lain.
“Malaysia sudah 61,9 persen, Filipina 62 persen, Thailand 62,8 persen, India 84,3 persen, bahkan Argentina 116,7 persen. Jadi posisi kita masih cukup baik,” jelasnya.
Suminto menambahkan, kenaikan nominal utang juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang terus meningkat. Ia menilai, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan mendorong penerimaan pajak dan memperkuat kemampuan pemerintah membayar utang.
“Utang akan dibiayai oleh pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan, semakin tinggi pula penerimaan negara,” ucapnya.
Selain itu, sekitar 71–72 persen dari total utang pemerintah saat ini dalam mata uang rupiah, sedangkan 28–29 persen dalam valuta asing, yang dinilai sebagai komposisi ideal untuk meminimalkan risiko nilai tukar.
“Komposisi mata uang seperti ini membuat risiko pergerakan kurs dapat dikelola dengan baik. Jadi kita tidak terlalu terekspos risiko kurs,” tutup Suminto.(*)