Eks Bupati Lamtim Dawam Raharjo Cs Diadili dalam Kasus Korupsi Proyek Rumdis

Mantan Bupati Lampung Timur Dawam Raharjo menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pagar rumah dinas bupati di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang. Foto Dok --
RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Mantan Bupati Lampung Timur, Dawam Raharjo, resmi menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pagar rumah dinas bupati di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, Kamis (16/10/2025).
Bupati periode 2021–2024 itu kini harus duduk di kursi pesakitan setelah diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana proyek yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp3,8 miliar dari total anggaran senilai Rp6,9 miliar tahun 2022.
Pantauan di lokasi menunjukkan, mobil tahanan milik Kejaksaan Tinggi Lampung tiba di halaman Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjungkarang sekitar pukul 10.00 WIB. Dawam Raharjo tampak mengenakan rompi oranye bertuliskan “Tahanan”, dikawal ketat petugas kepolisian dan jaksa saat turun dari mobil menuju ruang tahanan sementara pengadilan.
Sesuai agenda, sidang pembacaan dakwaan dimulai setelah majelis hakim yang diketuai Firman Khadafi memeriksa identitas terdakwa dan memastikan kesesuaian dengan berkas perkara yang dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.
Dalam pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum Sukri mengungkapkan bahwa Dawam Raharjo tidak sendirian dalam kasus ini. Ia didakwa bersama sejumlah pihak lain, yakni almarhum mantan Kadis PUPR Subandri, Mahdor selaku Kepala Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang Dinas PU dan Penataan Ruang, Sarwono Sanjaya sebagai konsultan proyek, serta Agus Cahyono selaku direktur perusahaan penyedia proyek.
Mereka diduga melakukan persekongkolan jahat dalam pengelolaan dana proyek pembangunan pagar rumah dinas bupati yang berlokasi di Jalan Lintas Timur, Kelurahan Mataram Marga, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur.
Berdasarkan hasil penyelidikan, sejumlah pekerjaan fisik tidak sesuai spesifikasi dan ditemukan manipulasi dalam laporan penggunaan anggaran. Akibat penyimpangan tersebut, negara dirugikan hingga miliaran rupiah.
Jaksa menegaskan bahwa tindakan para terdakwa bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Proyek dengan nilai pagu Rp6,9 miliar itu semestinya menjadi sarana penunjang fasilitas resmi kepala daerah, namun justru menjadi ajang memperkaya diri dan kelompok tertentu.
Usai pembacaan dakwaan, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari pihak penuntut umum. (*/nopri)