Sidang Kasus Korupsi Dana Desa, Mantan Peratin Tanjung Kemala Dituntut 3 Tahun Penjara

SIDANG KORUPSI DANA DESA_ Mantan Peratin Pekon Tanjung Kemala Kecamatan Bangkunat Yuzid dituntut hukuman 3 tahun penjaradalam sidang di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang pada Jumat 17 Oktober 2025. Foto Dok --
PESISIR TENGAH - Mantan Peratin Pekon Tanjung Kemala, Kecamatan Bangkunat, Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar), Yuzid, dituntut hukuman tiga tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Lampung Barat di Krui. Tuntutan itu dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Kepala Cabjari Lampung Barat di Krui, Yogie Verdika, S.H., M.H., menjelaskan bahwa dalam persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan tersebut, JPU Alberto Vernando, S.H., menilai terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dana desa yang menimbulkan kerugian negara hingga mencapai Rp426 juta.
“Jaksa dalam tuntutannya menjelaskan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara menarik anggaran kegiatan Pekon Tanjung Kemala Tahun Anggaran 2021 hingga September 2022 dari rekening kas pekon,” kata Yogie, Minggu, 19 Oktober 2025.
Menurutnya, setelah dana tersebut ditarik, terdakwa kemudian menyimpan dan mengelolanya secara pribadi tanpa melibatkan unsur aparatur pekon lain, seperti bendahara, kepala urusan (kaur), maupun kepala seksi (kasi). Padahal, sesuai mekanisme pengelolaan keuangan desa, seluruh proses pencairan, pelaksanaan, dan pelaporan kegiatan wajib dilakukan secara kolektif dan transparan.
“Sebagian besar kegiatan yang telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Pekon (APB Pekon) tidak dilaksanakan. Laporan pertanggungjawaban yang disusun pun tidak sesuai dengan realisasi di lapangan,” jelasnya.
Dijelaskannya, dari hasil pemeriksaan tim auditor dan penyidik, ditemukan adanya penyimpangan penggunaan dana desa yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp426 juta dari total anggaran pekon yang mencapai lebih dari Rp2 miliar. Jumlah itu berasal dari berbagai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang seharusnya dilaksanakan pada periode 2021-2022.
Selain pidana penjara selama tiga tahun, JPU juga menuntut agar terdakwa dijatuhi denda sebesar Rp50 juta, dengan ketentuan subsider tiga bulan kurungan. Tidak hanya itu, Yuzid juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp426 juta. Bila dalam waktu yang ditentukan uang pengganti tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan.
“Saat ini sidang masih dalam tahap pembacaan tuntutan. Persidangan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan dari pihak terdakwa,” tandasnya.
Perkara yang menjerat Yuzid ini merupakan hasil dari penyelidikan panjang yang dilakukan oleh Cabjari Lampung Barat di Krui sejak akhir 2024. Kasus tersebut mulai mencuat setelah adanya laporan masyarakat mengenai dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana desa di Pekon Tanjung Kemala.
Pihak kejaksaan kemudian menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap dokumen, bukti transaksi, serta keterangan dari sejumlah saksi dan perangkat pekon. Berdasarkan hasil penyelidikan yang berlangsung selama beberapa bulan, penyidik menemukan indikasi kuat adanya perbuatan melawan hukum dalam penggunaan anggaran desa.
Pada 19 Mei 2025, Cabjari Lampung Barat secara resmi menetapkan Yuzid sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-04/L.8.14.8/Fd.1/05/2025. Penetapan tersebut dilakukan setelah penyidik mengantongi cukup bukti yang menunjukkan adanya dugaan korupsi dana desa pada periode Januari 2021 hingga September 2022.
“Proses penyidikan terhadap kasus ini sudah berjalan sejak Oktober 2024. Dalam prosesnya, tim kami telah memeriksa berbagai saksi, termasuk perangkat pekon, pihak rekanan, hingga masyarakat penerima manfaat. Kami juga meminta pendapat ahli dan menelaah seluruh dokumen pertanggungjawaban penggunaan anggaran,” ujar Yogie.
Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan modus operandi yang digunakan oleh terdakwa, yakni dengan menyusun laporan pertanggungjawaban fiktif seolah-olah seluruh kegiatan dalam APB Pekon telah dilaksanakan dengan baik dan sesuai aturan. Padahal, sebagian besar kegiatan tersebut tidak pernah terlaksana sama sekali.
“Dari hasil penyelidikan kami, sebagian besar kegiatan itu dilaporkan seolah telah terealisasi, padahal tidak ada bukti fisik yang menunjukkan pelaksanaannya. Bahkan, pada kegiatan yang benar-benar dilaksanakan, pelaksanaannya jauh dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah ditetapkan,” tegasnya.(yayan/*)