Bank Diduga Langgar Aturan KUR, OJK Lampung Dinilai Pasif

Ilustrasi Kredit Usaha Rakyat (KUR)-----

RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Dugaan pelanggaran penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kembali mencuat di Lampung. Sejumlah nasabah mengeluhkan adanya bank yang meminta agunan tambahan pada pinjaman di bawah Rp100 juta, padahal aturan tegas melarang hal tersebut.

Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian (Permenko) Nomor 1 Tahun 2025 Pasal 14, agunan KUR terdiri atas agunan pokok dan agunan tambahan. Untuk plafon pinjaman sampai Rp100 juta, bank tidak diperbolehkan meminta agunan tambahan di luar agunan pokok, yakni usaha atau objek yang dibiayai.

Apabila bank tetap meminta agunan tambahan pada plafon tersebut, maka konsekuensinya adalah subsidi bunga atau marjin KUR tidak dibayarkan kepada penerima terkait. Namun, di lapangan masih ditemukan praktik sebaliknya, yang menimbulkan pertanyaan terhadap pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

OJK Lampung terkesan bersikap pasif dengan menunggu laporan masyarakat sebelum bertindak. Pihaknya beralasan tidak memiliki informasi langsung mengenai bank yang diduga melanggar aturan, serta menyebut pengawasan terhadap bank-bank besar milik negara (Himbara) merupakan kewenangan OJK pusat.

Padahal, peran OJK dalam pengawasan sektor jasa keuangan mencakup aspek kepatuhan, kehati-hatian, dan perlindungan konsumen. Bila ada pelanggaran seperti pemaksaan agunan tambahan atau penyimpangan dalam penyaluran KUR, lembaga ini memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti sesuai ketentuan perbankan.

Secara umum, mekanisme pengawasan KUR dilakukan secara berlapis. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berperan sebagai koordinator kebijakan dan pengawasan umum program. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) memastikan penggunaan dana subsidi bunga tepat sasaran.

Sementara itu, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM berfungsi melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan KUR dan memberikan rekomendasi atas temuan penyimpangan. OJK sendiri memiliki peran sentral dalam memastikan bank penyalur menjalankan prinsip kehati-hatian serta tidak merugikan nasabah.

Kendati sistem pengawasan sudah diatur jelas, lemahnya reaksi OJK daerah terhadap laporan dugaan pelanggaran menimbulkan sorotan publik. Pengawasan yang bersifat menunggu dinilai dapat membuka peluang terjadinya praktik menyimpang di lapangan.

Kasus ini sekaligus menjadi pengingat bagi lembaga pengawas agar tidak hanya bersandar pada laporan masyarakat, melainkan juga aktif melakukan pemantauan demi menjamin transparansi, keadilan, dan perlindungan konsumen dalam pelaksanaan program KUR yang menyasar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Lampung. (rlmg/nopri)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan