Miss Invoicing Rp1.000 Triliun: Tantangan Berat Purbaya Bersihkan Mafia Pajak dan Bea Cukai

Menkeu RI Purbaya Yudi Sadewa. Foto RadarĀ Grup--

RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Pemerintah tengah menghadapi tantangan besar dalam upaya menambal kebocoran penerimaan negara akibat praktik miss invoicing yang diduga marak selama satu dekade terakhir. Nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1.000 triliun setiap tahun pada masa pemerintahan sebelumnya, membuat potensi pendapatan negara menguap begitu saja.

Praktik miss invoicing merupakan manipulasi nilai transaksi ekspor-impor yang dilakukan dengan dua cara: under invoicing atau memperkecil nilai transaksi, serta over invoicing dengan membesarkan nilai transaksi. Keduanya bertujuan untuk menghindari kewajiban pajak, bea keluar, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Modus ini membuat laporan keuangan perusahaan tampak legal, namun sesungguhnya merugikan kas negara dalam jumlah sangat besar.

Analis ekonomi menilai langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membersihkan jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) adalah langkah tepat. Dengan reformasi dan pengawasan ketat di kedua lembaga tersebut, kebocoran penerimaan negara diharapkan dapat ditekan. Jika bahkan hanya 20 persen dari potensi kebocoran tersebut bisa diselamatkan, negara berpeluang menambah pemasukan sekitar Rp200 triliun per tahun — angka yang dapat menopang berbagai program prioritas pemerintahan saat ini.

Langkah tegas Purbaya terlihat dari rencananya melakukan penindakan terhadap oknum yang terlibat dalam penyelundupan dan pelanggaran di sektor pajak maupun bea cukai. Ia menegaskan tidak akan ragu mengambil tindakan hukum terhadap siapa pun yang terbukti merugikan negara, bahkan jika pelakunya memiliki dukungan kuat di belakang layar.

Upaya pemberantasan penyelundupan ini diharapkan dapat meningkatkan rasio pajak dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri. Pasalnya, banyak produk ilegal yang beredar di pasar domestik, diduga dilindungi oleh oknum aparat di lapangan. Pemerintah kini menargetkan peningkatan pengawasan di titik-titik rawan perdagangan dan memperketat arus barang impor.

Hingga awal Oktober 2025, realisasi penerimaan pajak baru mencapai 62,4 persen dari target Rp2.189,3 triliun, sementara penerimaan bea cukai baru 73,4 persen dari target Rp301,59 triliun. Kondisi ini memperkuat dugaan adanya kebocoran signifikan di lapangan yang harus segera ditangani.

Jika reformasi yang dicanangkan Purbaya berjalan efektif, kebijakan ini bisa menjadi momentum besar bagi Indonesia untuk memperkuat keuangan negara, menekan praktik mafia ekonomi, dan menegakkan transparansi di sektor fiskal. (*/rinto)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan