Menuju Swasembada Energi, Pemerintah Tata 45 Ribu Sumur Minyak Rakyat
Peninjauan sumur minyak oleh Kementerian ESDM. Foto Dok ESDM--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO — Pemerintah melangkah pasti menuju swasembada energi nasional dengan menata ulang lebih dari 45 ribu sumur minyak rakyat di berbagai daerah. Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 14 Tahun 2025, yang memberikan kepastian hukum terhadap kegiatan penambangan minyak skala rakyat.
Kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto agar kegiatan energi rakyat berjalan secara tertib, legal, dan berkelanjutan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menegaskan, tujuan utama penataan ini ialah memastikan masyarakat dapat bekerja dengan aman tanpa harus berhadapan dengan risiko hukum dan bahaya lingkungan.
Berdasarkan data resmi Kementerian ESDM, terdapat 45.095 sumur minyak rakyat tersebar di enam provinsi utama, yakni Aceh, Sumatra Utara, Jambi, Sumatra Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Seluruh sumur tersebut telah melalui proses inventarisasi nasional yang diselesaikan pada 9 Oktober 2025, untuk menentukan sumur aktif yang masih layak berproduksi.
Penataan dilakukan dengan mengedepankan prinsip pemerataan manfaat. Pemerintah memberi prioritas kepada pengelolaan berbasis Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, dan UMKM lokal, agar hasil kegiatan energi ini dapat langsung dirasakan masyarakat sekitar. Setiap pengelola lokal nantinya akan direkomendasikan oleh kepala daerah, guna memastikan keterlibatan masyarakat menjadi bagian dari ekosistem produksi nasional.
Untuk menjamin keselamatan kerja dan kelestarian lingkungan, kegiatan eksploitasi akan didampingi oleh PT Pertamina (Persero) dan Medco Energi selama masa penanganan empat tahun ke depan. Pendampingan ini meliputi penerapan standar keselamatan kerja, efisiensi produksi, serta pengawasan terhadap praktik teknik pengeboran agar sesuai dengan ketentuan migas nasional.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Laode Sulaeman menegaskan, hanya sumur yang telah terdata dan memenuhi standar teknis yang diizinkan berproduksi. Pendekatan ini diharapkan dapat menghapus praktik ilegal yang selama ini kerap menimbulkan insiden lingkungan dan kecelakaan kerja di wilayah operasi rakyat.
Dari sisi sosial ekonomi, kebijakan ini telah menimbulkan dampak positif di daerah penghasil minyak. Warga di sejumlah wilayah, seperti di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, mengaku kini dapat bekerja dengan rasa aman dan memiliki kepastian hukum. Bagi mereka, kehadiran negara dalam kegiatan penambangan rakyat merupakan bentuk nyata keberpihakan terhadap ekonomi desa.
Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru menyampaikan bahwa program penataan ini mencerminkan sinergi antara kebijakan pusat dan daerah. Dengan adanya kejelasan hukum, pemerintah daerah kini dapat mengatur potensi migas lokal secara lebih efisien tanpa menimbulkan konflik sosial atau lingkungan.
Selain fokus pada sumur rakyat, Kementerian ESDM juga menata pengelolaan terhadap 1.400 sumur tua yang dibor sebelum tahun 1970. Dari jumlah tersebut, tercatat produksi mencapai sekitar 1.600 barel per hari, yang berkontribusi pada target nasional untuk mencapai 1 juta barel per hari pada tahun 2029.
Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa laporan dari SKK Migas menunjukkan rata-rata produksi minyak nasional per September 2025 telah menyentuh 619 ribu barel per hari, mendekati target yang ditetapkan dalam APBN. Pemerintah kini tengah mempersiapkan lelang wilayah kerja baru serta mendorong penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Chemical EOR (CEOR) untuk meningkatkan efisiensi produksi.
Upaya ini juga dibarengi dengan penyesuaian formulasi ekonomi antara pemerintah dan kontraktor migas. Melalui skema bagi hasil yang lebih fleksibel, pemerintah berharap negara memperoleh tambahan lifting minyak tanpa mengurangi margin keuntungan perusahaan.
Program penataan sumur rakyat menjadi tonggak penting dalam membangun kemandirian energi berbasis potensi lokal. Dengan pendekatan yang menggabungkan legalitas, partisipasi masyarakat, serta teknologi berkelanjutan, pemerintah menegaskan bahwa era energi nasional kini memasuki babak baru—di mana rakyat bukan hanya menjadi penonton, tetapi juga bagian dari pelaku utama pembangunan energi Indonesia.(*/edi)