Santri Diduga Bakar Pesantren di Aceh Karena Sering Dibully

Ilustrasi. Kebakaran di Pesantren Babul Maghfirah, Kabupaten Aceh Besar, Jumat (31/10) pekan lalu, diduga karena ulah seorang santri yang sering jadi sasaran bully atau perundungan. Foto: istockphoto--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Kebakaran yang melanda Pesantren Babul Maghfirah, Kabupaten Aceh Besar, pada Jumat (31/10) pekan lalu, diduga kuat disebabkan oleh ulah seorang santri kelas 12 yang kerap menjadi korban perundungan (bullying).

Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Joko Heri Purwono mengungkapkan bahwa pelaku yang masih di bawah umur itu nekat membakar asrama pesantren karena dendam dan sakit hati terhadap teman-temannya.

“Motif tersangka melakukan pembakaran ini adalah karena sakit hati sama temannya. Dia sering dibully, diejek, bahkan dipanggil idiot dan tolol oleh sesama santri,” kata Joko kepada wartawan, Kamis (6/11).

Terekam CCTV

Aksi nekat santri tersebut terekam kamera CCTV milik pesantren. Dalam rekaman terlihat pelaku menyalakan api di kabel dan lembaran triplek di lantai dua asrama putra, hingga api cepat menjalar ke seluruh bangunan.
Kobaran api kemudian melalap asrama putra dan kantin pesantren, sebelum akhirnya berhasil dipadamkan oleh petugas pemadam kebakaran.

Setelah kejadian, pelaku langsung melarikan diri ke rumah orang tuanya di luar pesantren.

Murni Dipicu Perundungan

Polisi memastikan insiden kebakaran itu murni dipicu persoalan pribadi dan tidak terkait unsur lain seperti sabotase atau kriminalitas berencana.
Menurut hasil pemeriksaan, pelaku sudah lama menanggung perlakuan buruk dari teman-temannya, namun tidak pernah melapor kepada pengelola pesantren karena takut.

“Sepertinya tersangka ini merasa takut untuk melapor. Dugaan kami, tekanan dan ejekan yang terus-menerus membuat emosi tersangka meledak,” ujar Joko.

Tidak Ada Korban Jiwa

Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Namun, kerugian material cukup besar karena bangunan asrama dan fasilitas penunjang hangus terbakar.
Polisi kini tengah mendalami kasus ini lebih lanjut untuk menentukan langkah hukum dan rehabilitasi psikologis bagi pelaku yang masih berstatus anak di bawah umur.

 

Insiden ini kembali menyoroti dampak serius praktik perundungan di lingkungan pendidikan, terutama di lembaga berasrama seperti pesantren, yang kerap menutup kasus bullying dengan alasan menjaga nama baik institusi.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan