Cegah Pernikahan Dini, Kemenag Perkuat Edukasi Remaja
KEMENAG Pesisir Barat berikan edukasi dan pembinaan kepada siswa terkait pencegahan pernikahan dini. Foto Dok --
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Upaya menekan angka pernikahan usia dini di Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) kembali menjadi fokus perhatian Kantor Kementerian Agama (Kemenag) setempat.
Melalui program Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS), instansi tersebut terus menggencarkan edukasi kepada pelajar tingkat menengah atas, terutama di lingkungan madrasah, dengan tujuan membangun kesadaran pentingnya kesiapan berkeluarga dan dampak jangka panjang dari pernikahan terlalu muda.
Inisiatif ini tidak hanya menargetkan penyampaian informasi, tetapi juga mendorong perubahan pola pikir para remaja agar semakin memahami bahwa masa depan tidak boleh dikorbankan oleh keputusan yang tergesa-gesa.
Kasi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Pesbar, Irhamsyah, S.Th.I., M.H.I., mengatakan bahwa BRUS dirancang sebagai wadah pembinaan yang komprehensif dan berkelanjutan. Melalui program tersebut, pihaknya berupaya menyentuh aspek-aspek fundamental dalam perkembangan remaja, mulai dari pembentukan karakter, kesiapan mental, hingga peningkatan wawasan mengenai kehidupan berumah tangga. Pendewasaan pola pikir menjadi kunci utama dalam menekan fenomena pernikahan dini yang belakangan ini cukup banyak terjadi di berbagai daerah.
“Masa remaja merupakan periode penting untuk membangun karakter, menyiapkan mental, serta memperkuat wawasan tentang kehidupan keluarga. Pernikahan bukan hanya soal kesiapan rasa, tetapi membutuhkan kematangan emosional dan kemandirian ekonomi,” katanya.
Dijelaskannya, remaja perlu memahami bahwa keputusan menikah terlalu cepat dapat menghambat pendidikan dan masa depan mereka. Persoalan pernikahan dini bukan sekadar menyangkut keinginan dan kesiapan cinta semata. Banyak pasangan muda yang harus berhadapan dengan realitas kehidupan berkeluarga yang penuh tantangan, seperti tanggung jawab ekonomi, kemampuan mengatur rumah tangga, hingga persoalan komunikasi yang kerap terhambat karena belum cukup matang secara psikologis.
Dalam banyak kasus, ketidaksiapan tersebut justru memicu tingginya tingkat konflik rumah tangga dan berakhir pada perceraian dini, yang pada akhirnya merugikan semua pihak, termasuk anak yang mungkin sudah lahir dari pernikahan tersebut.
“Pernikahan dini kerap menimbulkan persoalan baru seperti ketidaksiapan mental, rentannya konflik rumah tangga, hingga ketidakstabilan ekonomi pasangan muda. Karena itu, edukasi harus digencarkan secara berkelanjutan, terutama di kalangan pelajar,” jelasnya.
Melalui pelaksanaan BRUS di berbagai Madrasah Aliyah (MA) di Pesbar, Kemenag berharap para peserta tidak hanya memahami materi yang diberikan, tetapi juga mampu menyebarluaskan informasi kepada lingkungan pertemanan mereka. Hal ini dianggap penting karena penyampaian pesan dari sesama remaja sering kali dinilai lebih efektif dan mudah diterima. Selain itu, keterlibatan pelajar sebagai agen perubahan dinilai dapat memperkuat gerakan penolakan terhadap praktik pernikahan dini di tingkat akar rumput, yang masih sering dipengaruhi oleh faktor budaya maupun tekanan sosial.
“Kami berharap seluruh peserta bisa berperan sebagai penyebar informasi dan contoh bagi teman sebaya mereka. Kita ingin para remaja sekolah menjadi garda depan dalam menolak pernikahan dini,” pungkasnya.(yayan/*)