Dari setiap transaksi, mafia solar ini bisa mengantongi keuntungan sekitar Rp 56 juta per 5.000 liter solar yang terjual. Dengan demikian, total keuntungan yang mereka dapatkan setiap harinya bisa mencapai Rp 112 juta.
Sehingga kata dia dari 5 ton solar mereka menerima keuntungan sekitar 56 juta.
Penyelidikan Terhenti Karena Sanksi
Sayangnya, penyelidikan Rudy terhenti setelah ia menerima sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) Polda NTT pada 11 Oktober. Ia disidang karena melanggar kode etik ketika memasang garis polisi di lokasi penampungan minyak milik dua anggota jaringan mafia BBM bersubsidi ilegal yang berinisial AA dan AG.
Menurut Rudy, AA adalah residivis kasus serupa yang sebelumnya ditangkap dua kali karena penimbunan dan penjualan BBM bersubsidi secara ilegal. Ia juga pernah ditangkap pada tahun 2022 saat membawa 6 ton BBM bersubsidi ilegal. "Riwayatnya sudah jelas. Dia ditangkap tahun 2022 dan keluar tahun 2023," ujar Rudy.
Setelah dibebaskan, AA kembali terlibat dalam praktik ilegal. Polresta Kupang pun sempat menangkapnya karena kasus pengiriman minyak ke Timor-Leste. Namun, dia dibebaskan karena kalah dalam peradilan di Polresta Kupang.
Rudy meyakini bahwa AA bukanlah nelayan atau pemilik kapal yang berhak mendapatkan solar bersubsidi dalam jumlah besar. Ia mencurigai bahwa AA dan AG merupakan bagian dari jaringan mafia besar di balik penimbunan BBM bersubsidi.
“Ini adalah praktik mafia yang memanfaatkan nama orang lain untuk mengakali sistem, dengan kapasitas minyak yang besar. Pengusaha dari Cilacap ini memiliki 11 kapal,” tutup Rudy.