Bantuan Udara Picu Korban Jiwa, Gaza Desak Penyaluran Bantuan Lewat Darat

Kelaparan Meluas, Gaza Hanya Terima 73 Truk Bantuan di Tengah Blokade Israel. foto/net--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Di tengah darurat kemanusiaan yang semakin parah di Jalur Gaza, otoritas lokal mendesak agar pengiriman bantuan melalui udara dihentikan. Alih-alih menyelamatkan nyawa, metode tersebut justru memicu kekacauan dan menambah jumlah korban.
Beberapa kontainer bantuan dilaporkan mendarat di area permukiman dan tenda pengungsian, mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, termasuk di antaranya perempuan dan anak-anak. Di sisi lain, bantuan yang dijatuhkan dari udara kerap memicu kerumunan besar warga yang berebut bantuan, tak jarang berakhir dengan tragedi.
Situasi di lapangan memperlihatkan bahwa metode pengiriman lewat udara, yang awalnya dianggap sebagai solusi cepat, kini dinilai kontraproduktif. Selain hanya mampu mengirimkan pasokan dalam jumlah terbatas, bantuan tersebut sulit dikendalikan titik jatuhnya, memicu risiko baru bagi warga yang sudah dalam kondisi rentan.
Organisasi-organisasi kemanusiaan internasional pun mulai angkat suara. Mereka menilai bantuan udara lebih bersifat simbolis ketimbang substantif. Sementara ribuan truk bermuatan bantuan tertahan di perbatasan, bantuan udara tak sebanding dengan skala kebutuhan yang ada.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan peningkatan signifikan angka kematian akibat kelaparan dan malanutrisi. Bahkan, sekitar 10 persen penduduk Gaza saat ini terdampak malanutrisi akut. Ibu hamil dan menyusui menjadi kelompok yang paling terpukul dalam krisis ini.
Israel sendiri sempat membuka kembali jalur penerjunan bantuan udara pada akhir Juli. Bantuan tersebut dikoordinasikan melalui sebuah lembaga bernama Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang mendapat dukungan dari Amerika Serikat, dengan fokus distribusi di wilayah selatan Gaza.
Namun, laporan PBB dan sejumlah media menyebutkan bahwa kendati bantuan terus berdatangan, pasukan Israel masih menembaki warga sipil yang mengantre bantuan makanan di beberapa lokasi distribusi.
Kondisi ini memunculkan desakan agar seluruh pos perbatasan darat dibuka sepenuhnya untuk penyaluran bantuan. Jalan darat dinilai sebagai satu-satunya cara efektif untuk mendistribusikan bantuan dalam skala besar dan terkendali, sekaligus meminimalkan risiko jatuhnya korban tambahan.
Gaza kini berada di persimpangan krisis. Di satu sisi, rakyatnya menghadapi kelaparan ekstrem. Di sisi lain, bantuan yang datang justru berpotensi membawa petaka baru jika tidak disalurkan secara aman dan terkoordinasi. (*)