Radarlambar.Bacakoran - Partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 tercatat rendah, dengan data nasional menunjukkan angka di bawah 70 persen. Menurut Titi Anggraini, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Jum’at 29 November 2024 kemarin mengatakan, rendahnya partisipasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sistemik yang memerlukan perhatian serius.
Kelelahan Pemilih dan Penyelenggara Salah satu faktor utama adalah kelelahan yang dirasakan oleh pemilih, penyelenggara, dan partai politik. Menghadapi pemilu nasional dan pilkada dalam satu tahun yang sama dianggap membebani semua pihak. Perlu ada jeda dua tahun antara pemilu nasional dan pilkada agar dapat dilakukan evaluasi yang matang sebelum tahapan pilkada dilanjutkan.
Dominasi Elite Partai dalam Pencalonan Titi juga menyoroti masih adanya sentralisasi proses pencalonan kepala daerah oleh pengurus pusat partai politik. Koalisi partai politik dalam pilkada kali ini banyak dianggap sebagai sisa dari Pilpres 2024, di mana sejumlah calon kepala daerah terkesan “dipaksakan” dan kurang memiliki keterkaitan yang kuat dengan masyarakat lokal. Hal ini mengakibatkan mesin partai tidak berjalan optimal dalam mengkampanyekan calon yang diusung.
Penegakan Hukum yang Lemah Aspek lain yang menghambat partisipasi adalah penegakan hukum terkait pelanggaran pilkada yang masih kurang efektif. Titi menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) belum menunjukkan hasil signifikan dalam menangani pelanggaran, termasuk politik uang yang semakin berkembang. Tindak lanjut pelanggaran seringkali tidak lebih dari langkah-langkah biasa, berbeda jauh dengan kenyataan di lapangan.
Data Partisipasi Pemilih Koordinator Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat KPU RI, August Mellaz, mengungkapkan bahwa tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Serentak 2024 adalah 68,16 persen, berdasarkan data hingga Jumat petang dari 98,5 persen hasil rekapitulasi. Angka ini lebih rendah dibandingkan Pilpres 2024 yang mencapai lebih dari 80 persen.
Varian Partisipasi di Berbagai Wilayah Partisipasi pemilih bervariasi antarprovinsi, dengan Sumatera Utara mencatatkan angka 55,6 persen dan DKI Jakarta berada di angka 57,6 persen, yang merupakan yang terendah dalam sejarah. August Mellaz menyatakan bahwa sosialisasi dan penyebaran informasi terkait Pilkada sama intensifnya dengan Pilpres 2024, tetapi secara umum partisipasi pemilih di pilkada selalu lebih rendah dibandingkan pemilu presiden dan legislatif.(*)