Partisipasi Rendah di Pilkada 2024: Krisis Representasi atau Masalah Kandidat?

Rabu 04 Dec 2024 - 06:33 WIB
Reporter : Mujitahidin
Editor : Mujitahidin

Golongan putih (golput) sering dipandang sebagai bentuk apatisme, tetapi menurut DEEP Indonesia, hal ini justru bisa menjadi bentuk protes yang sadar dan demokratis. Banyak pemilih memilih untuk tidak hadir karena merasa kandidat tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang mereka junjung.

 

Bahkan kata dia, tidak memilih adalah keputusan daripada memberikan suara kepada kandidat yang tidak sesuai harapan. Ini merupakan salahsatu bentuk protes terhadap sistem yang dianggap tidak mendengarkan aspirasi masyarakatnya.

 

Tantangan Bagi Partai Politik

Partai politik memegang peran penting dalam menentukan kualitas kandidat. Proses seleksi yang kurang transparan dan tidak inklusif sering kali melahirkan kandidat yang tidak sesuai dengan kebutuhan lokal. Selain itu, strategi komunikasi partai yang tidak efektif semakin memperburuk situasi.

 

Di DKI Jakarta, misalnya, ketidakhadiran sosok populer seperti Ahok atau Anies Baswedan membuat banyak pemilih merasa kehilangan figur representatif. Hal ini mempertegas pentingnya partai dalam memahami dan merespons aspirasi masyarakat lokal.

 

Langkah Menuju Demokrasi Inklusif

Untuk meningkatkan partisipasi dan representasi pemilih, terdapat beberapa langkah konkret perlu diambil:

1. Peningkatan Kualitas Kandidat: Partai harus memperbaiki proses seleksi untuk memastikan kandidat memiliki kecakapan dan komitmen terhadap isu lokal.

2. Transparansi dan Akuntabilitas: Proses pencalonan yang transparan dapat meningkatkan kepercayaan publik.

3. Akses Informasi yang Lebih Baik: Penyelenggara pemilu perlu memastikan informasi mengenai TPS dan proses pemilu tersedia secara luas dan mudah diakses.

4. Strategi Komunikasi yang Inklusif: Partai politik dan kandidat harus mendekati masyarakat dengan cara yang lebih inklusif, mendengar langsung aspirasi mereka.

 

Kategori :