BALIKBUKT – Kegiatan penghamparan aspal hotmix pada pekerjaan tambal sulam (patching) di ruas jalur dua radin intan di Kelurahan Waymengaku, Kecamatan Balikbukit, Kabupaten Lampung Barat, patut dipertanyakan.
Pasalnya, proses pengaspalan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) melalui Dinas Bina Marga dan Bina Kontruksi (BMBK) itu dilakukan di tengah guyuran hujan, sehingga memunculkan keraguan terhadap kualitas serta daya tahan aspal.
Berdasarkan informasi yang di himpun terkait spesifikasi teknis yang berlaku, proses pengaspalan aspal hotmix harus dilakukan pada suhu tertentu untuk memastikan kualitas
Suhu campuran aspal saat diangkut harus berada di kisaran 150–170°C. Kemudian, saat penghamparan suhu optimal berada dikisaran 125–150°C. Kemudian, pada prosed pemadatan suhu tidak boleh kurang dari 80°C. Apabila di bawah suhu ini aspal kehilangan kelenturannya, sehingga sulit dipadatkan dengan sempurna.
Dengan begitu, pengaspalan yang dilakukan saat hujan sangat berisiko menurunkan suhu campuran aspal secara drastis, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas pekerjaan.
Sejumlah warga setempat mempertanyakan urgensi pekerjaan tersebut yang tetap dilaksanakan meskipun kondisi cuaca tidak mendukung.
”Pengaspalan di tengah hujan itu tidak masuk akal. Kami khawatir aspalnya cepat rusak. Wajar saja kalau hampir setiap tahun jalan ini diperbaiki, karena kualitasnya diabaikan,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Warga menilai penghamparan aspal pada cuaca hujan diketahui dapat memengaruhi daya rekat antara aspal dan agregat. Air yang bercampur dengan campuran aspal dapat menurunkan kualitas adhesi, sehingga berpotensi menyebabkan kerusakan dini seperti retakan atau lubang pada permukaan jalan.
”Kita ingin proyek ini memberikan manfaat jangka panjang, bukan sekadar tambal sulam yang rusak lagi setelah beberapa bulan,” tambah warga lainnya.
Masyarakat mendesak pihak terkait, termasuk Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) Kabupaten Lampung Barat, agar dapat ikut melakukan pengawasan tekhnis pada proyek Pemprov Lampung tersebut.
”Proyek ini menggunakan anggaran negara. Walaupun pekerjaan ini milik Pemprov, minimal ada dari pihak Dinas PUPR Lambar selaku yang punya wilayah untuk ikut mengawasi, jangan sampai kualitasnya asal-asalan dan akhirnya justru membuang-buang anggaran,” tegas salah seorang tokoh masyarakat setempat.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Jalan dan Jembatan (PJJ) Wilayah V (Lampung Barat, Pesisir Barat, Tanggamus) Aprisol Putra mengaku baru mengetahui hal tersebut.
Pihaknya mengakui jika proses pengaspalan memang tidak boleh dilakukan saat hujan karena itu akan berdampak pada tidak maksimalnya daya tahan aspal.
”Iya bang, terimakasih informasinya, sudah saya minta pengamparan dihentikan kalau hujan, karena jelas akan berdampak pada kualitas yang tidak maksimal. Ini akan menjadi evaluasi kami kedepan, dan pihak kontraktor akan kami tegur,” imbuhnya. *