RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Warga bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam gugatan tersebut, Zico meminta MK untuk meredenominasi nilai rupiah, mengubah pecahan uang Rp 1.000 menjadi hanya Rp 1.
Gugatan ini telah teregistrasi di MK dengan nomor 23/PUU-XXIII/2025 dan menggugat pasal 5 ayat 1 huruf c serta pasal 5 ayat 2 huruf c dari UU Mata Uang. Zico mengusulkan perubahan pasal tersebut dengan merujuk pada redenominasi mata uang, mengonversi angka Rp 1.000 menjadi Rp 1, baik untuk pecahan rupiah kertas maupun logam.
Alasan Zico mengajukan permohonan ini berkaitan dengan wacana redenominasi rupiah yang pernah disampaikan oleh Darmin Nasution, mantan Gubernur Bank Indonesia, pada 2010. Ia menyoroti fakta bahwa pecahan Rp 100.000 kini menjadi pecahan terbesar kedua di dunia setelah Vietnam, dengan nilai pecahan VND 500.000. Bahkan, Indonesia sebelumnya berada di posisi ketiga setelah Zimbabwe yang telah melakukan redenominasi pada mata uangnya.
Zico juga menyebutkan ada tiga faktor utama yang mendorong negara untuk melakukan redenominasi: nilai tukar, inflasi, dan bentuk pemerintahan. Ia mengungkapkan bahwa pada tahun 1944, nilai rupiah hampir sebanding dengan dolar AS, dengan nilai tukar Rp 1,88 per dolar AS. Namun, sejak saat itu, nilai rupiah terus melemah, yang menurutnya menjadi salah satu alasan penting untuk mempertimbangkan redenominasi.
Di balik usulan redenominasi ini, Zico menilai ada sejumlah keuntungan yang bisa didapat. Redenominasi, menurutnya, dapat meningkatkan kredibilitas rupiah, menghemat biaya pencetakan uang, serta mempermudah transaksi, baik untuk masyarakat maupun pemerintah.
Zico juga mencontohkan negara-negara yang berhasil menjalankan redenominasi, seperti Ghana pada 2007, Brasil pada 1994, Jerman pada 2002, dan Israel pada 1980. Menurutnya, pengurangan angka nol pada mata uang akan mengurangi kerumitan dalam transaksi sehari-hari.
Usulan redenominasi ini kini menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi, yang akan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum mengambil langkah selanjutnya. (*)