Prancis Kembangkan Sistem Rudal Foudre sebagai Alternatif HIMARS, Eropa Semakin Mandiri Pertahanan

Kamis 22 May 2025 - 13:49 WIB
Reporter : Nopriadi
Editor : Nopriadi

Radarlambar.bacakoran.co -Prancis, di bawah kepemimpinan Presiden Emmanuel Macron, mengambil langkah signifikan untuk mengurangi ketergantungan pada sistem persenjataan buatan Amerika Serikat. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah pengembangan peluru kendali bernama Foudre, yang secara fungsional sebanding dengan sistem peluncur roket HIMARS buatan AS.

Foudre dirancang oleh perusahaan pertahanan Prancis, Turgis Gaillard, sebagai sistem rudal jarak jauh yang dapat dipasang di atas kendaraan taktis dan diangkut menggunakan pesawat angkut militer. Sistem ini memiliki fleksibilitas tinggi dan dapat menggunakan berbagai jenis amunisi berpemandu presisi. Rentang jangkauan Foudre berkisar antara 74 hingga 1.000 kilometer, menjadikannya solusi serangan strategis bagi militer Prancis dan sekutu Eropa.

Foudre dirancang agar kompatibel dengan berbagai tipe roket, termasuk roket berpemandu M31 yang juga digunakan oleh HIMARS dan M270A1. Sistem ini juga mampu mengangkut rudal balistik taktis sekelas MGM-140 ATACMS, serta mendukung penggunaan Rudal Serangan Presisi (PrSM) dan rudal jelajah, memperluas fleksibilitas operasionalnya di berbagai medan tempur.

Desain terbuka pada sistem Foudre memungkinkan penggunaan amunisi baik dari produksi dalam negeri maupun dari luar negeri, seperti Amerika Serikat. Hal ini meningkatkan ketahanan logistik militer Prancis di tengah potensi krisis internasional. Turgis Gaillard menekankan bahwa pengembangan sistem ini merupakan respon terhadap perubahan geopolitik global, termasuk invasi Rusia ke Ukraina dan berkurangnya keandalan Amerika Serikat sebagai sekutu sejak masa pemerintahan Donald Trump.

Foudre dikembangkan sepenuhnya di Prancis dengan dukungan mitra industri lokal. Langkah ini sejalan dengan visi pertahanan nasional yang mengutamakan kedaulatan teknologi dan efisiensi operasional. Selain itu, inisiatif ini juga menjadi bagian dari dorongan Eropa untuk memperkuat kemampuan pertahanan dalam negeri, terutama di tengah lonjakan anggaran militer dan kekhawatiran atas komitmen jangka panjang Amerika terhadap aliansi NATO.

Sementara itu, Eropa semakin mempertegas arah kebijakan mandiri di sektor pertahanan. Beberapa negara mitra AS mulai mempertanyakan ketergantungan mereka terhadap teknologi militer seperti jet tempur F-35, dan mempertimbangkan alternatif buatan lokal demi menjaga kestabilan strategis jangka panjang.

Di tengah dinamika pertahanan ini, upaya diplomatik juga terus dilakukan untuk meredakan ketegangan di Ukraina. Amerika Serikat memfasilitasi pembicaraan dengan para menteri luar negeri dari negara-negara Eropa dan Ukraina guna mendorong tercapainya gencatan senjata dan solusi damai. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bahkan menyatakan kesiapannya untuk melakukan pertemuan langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istanbul, Turki.

Rencana pertemuan ini turut menjadi perhatian internasional, dengan mantan Presiden AS Donald Trump menyatakan kesediaannya untuk hadir jika diperlukan. Namun, hingga kini belum ada konfirmasi resmi dari pihak Rusia mengenai keterlibatan Putin dalam pertemuan tersebut.

Langkah Prancis dan dinamika diplomatik yang sedang berlangsung menandai fase baru dalam politik keamanan global, di mana Eropa berusaha memperkuat kemandirian pertahanan sembari mencari jalan damai atas konflik yang berkepanjangan. (*)


Kategori :