Sate Balanga: Cita Rasa Rempah dari Dapur Tradisional Gorontalo

Sabtu 07 Jun 2025 - 18:26 WIB
Reporter : Yayan Prantoso
Editor : Mujitahidin

Radarlambar.Bacakoran.co - Salah satunya datang dari Gorontalo, dae-rah yang terletak di utara Pulau Sulawesi. Di tengah ragam masakan tradi-sionalnya yang kaya bumbu dan aroma, terdapat satu sajian khas yang mencuri perhatian karena keunikan cara masak dan kedalaman rasanya yakni sate balanga.

Berbeda dari hidangan sate pada umumnya yang identik dengan proses pembakaran menggunakan tusuk sate, sate balanga justru dimasak dalam belanga atau wajan tanah liat, menggunakan metode tumis atau ungkep. Cara memasak ini membuat daging yang digunakan baik daging sapi, ayam, maupun kambing menjadi lembut, dan bumbu rempahnya benar-benar meresap hingga ke dalam. Tak hanya mengedepankan rasa, proses ini juga melestarikan teknik memasak tradisional khas masyarakat Goron-talo.

Istilah “balanga” sendiri berasal dari bahasa daerah Gorontalo yang berar-ti belanga atau wajan tanah liat, yang selama ini menjadi peralatan masak utama di dapur masyarakat lokal. Lebih dari sekadar alat memasak, bel-anga menjadi simbol warisan budaya yang masih dijaga dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tak heran jika hidangan sate balanga tidak hanya dinikmati sebagai santapan biasa, tetapi juga menjadi bagian dari perayaan adat dan momen kebersamaan keluarga.

Setiap keluarga di Gorontalo bisa saja memiliki versi sendiri dari sate balanga. Ada yang memilih menambahkan santan untuk menghasilkan kuah yang lebih gurih dan pekat, sementara yang lain lebih menyukai sensasi pedas dengan memasukkan irisan cabai rawit ke dalam masakan. Perbedaan ini justru memperkaya khazanah rasa, tanpa menghilangkan ciri khas utama dari sate balanga itu sendiri yakni kekuatan rempah dan kelembutan daging yang dimasak perlahan.

Beberapa kalangan menyebut bahwa kehadiran sate balanga tak lepas dari pengaruh budaya Timur Tengah. Hal ini terlihat dari kemiripan penggunaan rempah serta cara memasak yang lambat dan penuh kesaba-ran, mirip dengan teknik dalam masakan seperti nasi kebuli atau kari. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila sate balanga kerap disajikan bersama nasi kebuli, nasi kuning, atau ketupat. Kombinasi ini tidak hanya menciptakan harmoni rasa, tapi juga memperkaya tekstur saat disantap.

Sate balanga bukan sekadar menu harian. Di Gorontalo, hidangan ini ser-ing menjadi bagian dari tradisi dan acara penting, seperti perayaan Idu-ladha, resepsi pernikahan, hingga ritual adat. Di balik kelezatannya, tersembunyi makna kebersamaan dan penghargaan terhadap tradisi lelu-hur yang masih dijaga hingga kini. Proses memasaknya yang membutuh-kan waktu dan perhatian juga mencerminkan nilai kesabaran dan gotong royong dalam budaya lokal.

Meski awalnya hanya dikenal di lingkup rumah tangga, kini sate balanga sudah banyak dijual di rumah makan tradisional di Gorontalo. Salah satu tempat yang cukup populer untuk menikmati keautentikan rasa sate balanga adalah Rumah Makan Diva yang berlokasi di Jalan Pangeran Diponegoro, Kota Gorontalo. Di tempat ini, pengunjung bisa mencicipi versi autentik dari sate balanga yang dimasak dengan penuh ketelatenan dan menjaga resep tradisional.

Keunikan sate balanga menjadikannya sebagai salah satu ikon kuliner yang merepresentasikan Gorontalo secara menyeluruh baik dari segi rasa, teknik memasak, hingga nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Di tengah gempuran makanan modern dan cepat saji, kehadiran sate balanga seolah menjadi penyeimbang yang menghadirkan kehangatan dapur ru-mah dan rasa lokal yang tidak tergantikan.

Sate balanga tidak hanya menggugah selera, tapi juga membuka jendela pemahaman kita akan kearifan lokal yang tercermin melalui sajian kuliner. Dengan mempertahankan teknik memasak tradisional, merawat resep warisan keluarga, dan melibatkan rempah-rempah alami dari alam sekitar, sate balanga membuktikan bahwa rasa istimewa bisa lahir dari kesederhanaan yang dijalankan dengan sepenuh hati.(yayan/*)

Kategori :