Infrastruktur Era Prabowo Tembus Rp10.145 Triliun

Sabtu 14 Jun 2025 - 20:21 WIB
Reporter : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co – Pemerintah menghadapi tantangan besar dalam pembiayaan proyek infrastruktur nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Total kebutuhan dana untuk pembangunan selama periode 2025–2029 diperkirakan mencapai US$625 miliar atau sekitar Rp10.145 triliun, menjadikannya salah satu rencana pembangunan paling ambisius dalam sejarah Indonesia.

Namun, keterbatasan kemampuan fiskal negara menjadi hambatan utama. Kementerian Keuangan menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya sanggup membiayai sekitar 23 persen dari total kebutuhan, yakni sebesar US$143 miliar atau sekitar Rp2.321 triliun. Tambahan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pun hanya mampu menopang 17 persen atau US$106 miliar.

Gabungan dari kedua sumber tersebut berarti hanya 40 persen dari total kebutuhan infrastruktur yang dapat dibiayai oleh pemerintah. Sisanya, sekitar 60 persen atau lebih dari Rp6.000 triliun, menjadi beban pembiayaan yang harus ditopang oleh partisipasi swasta dan sumber non-APBN lainnya.

Kondisi ini mendorong pergeseran kebijakan pemerintah yang secara terbuka mendorong dominasi sektor swasta dalam proyek infrastruktur. Presiden Prabowo menunjukkan sikap tegas dengan menyatakan bahwa pembangunan fisik lebih baik ditangani oleh entitas non-pemerintah. Menurutnya, swasta memiliki keunggulan dalam efisiensi, kecepatan, dan efektivitas anggaran dibandingkan perusahaan milik negara.

Presiden bahkan menyampaikan kritik tajam terhadap kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dianggap terlalu lamban dan boros. Ia juga menyoroti praktik suntikan dana negara melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) yang selama ini kerap diberikan ke BUMN, meski hasilnya tidak selalu memuaskan. Prabowo menganggap praktik ini tidak efisien dan tidak sejalan dengan semangat pembangunan modern yang berorientasi hasil dan waktu.

Untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan, pemerintah kini mengambil pendekatan baru dengan membuka seluas-luasnya pintu bagi investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Presiden telah memberi arahan kepada jajaran kabinet agar mempermudah proses investasi infrastruktur oleh swasta.

Pemerintah berkomitmen untuk tidak hanya menyediakan fasilitas administrasi dan perizinan, tetapi juga menjamin keamanan dan kelangsungan proyek-proyek yang melibatkan sektor swasta. Langkah ini dipandang sebagai strategi utama untuk mengejar target ambisius pembangunan infrastruktur yang mencakup jalan tol, pelabuhan, rel kereta api, bandara, hingga jaringan logistik nasional lainnya.

Meski ajakan kepada swasta telah digaungkan, tantangan nyata masih membayangi. Kepastian hukum, regulasi yang ramah investasi, dan jaminan pengembalian modal menjadi isu utama yang harus diselesaikan agar skema kemitraan pemerintah-swasta (Public Private Partnership/PPP) dapat berjalan maksimal.

Sri Mulyani sebelumnya menegaskan pentingnya merancang skema pendanaan yang jelas dan kredibel. Tanpa kejelasan tentang siapa yang akan membayar dan bagaimana proyek menghasilkan pengembalian, investor cenderung menahan diri.

Rencana pembangunan infrastruktur jangka menengah ini, dengan skala yang sangat besar, menjadi momen krusial untuk mereformasi tata kelola proyek nasional. Pemerintah tak hanya dituntut mempercepat proyek, tetapi juga memastikan keberlanjutan fiskal dan transparansi anggaran.

Jika sukses menggandeng swasta dalam skema yang adil dan menguntungkan, era pembangunan Prabowo bisa membuka babak baru dalam sejarah infrastruktur Indonesia. Namun, jika tidak, proyek ambisius ini berpotensi terbebani risiko pembengkakan biaya dan tumpang tindih kepentingan antarlembaga.(*/edi)

Kategori :