Radarlambar.Bacakoran.co - Dibalik keheningan alam Kalimantan Selatan, tersimpan sebuah pesona tersembunyi yang belum banyak terjamah. Namanya Gua Batu Hapu, sebuah gua alami yang terletak di Desa Batu Hapu, Kecamatan Hatungun, Kabupaten Tapin. Tempat ini menjadi saksi bisu perpaduan keindahan alam dan kearifan lokal yang terekam dalam bentuk legenda masyarakat setempat.
Keunikan Gua Batu Hapu tidak hanya terletak pada bentuk geologinya yang terbentuk selama ribuan tahun, tetapi juga pada cerita rakyat yang telah mengakar kuat di masyarakat. Menurut penuturan warga sekitar, gua ini diyakini berasal dari kisah tragis seorang anak yang durhaka kepada ibunya. Sosok tersebut dikenal dengan nama Angui, yang setelah sukses di perantauan, kembali ke kampung halamannya bersama istrinya yang merupakan keturunan bangsawan.
Namun, ia menolak mengakui ibunya, Nini Kudampai, seorang janda miskin yang telah membesarkannya sendirian. Karena kecewa dan sakit hati, sang ibu pun mengutuk putranya, yang kemudian diyakini berubah menjadi batu, termasuk kapal yang dibawanya.
Meskipun kisah tersebut bersifat legenda, namun nilai moral yang terkandung di dalamnya tetap relevan dan menjadi pengingat akan pentingnya penghormatan terhadap orang tua. Cerita ini memberikan dimensi budaya yang memperkaya pengalaman berkunjung ke gua, menjadikannya lebih dari sekadar objek wisata alam.
Secara fisik, gua ini menawarkan pengalaman menjelajah yang menarik. Saat melangkah masuk ke dalam gua, pengunjung akan melewati tangga beton yang dibangun untuk memudahkan akses. Udara yang sejuk dan lembap langsung menyapa, sementara cahaya yang masuk melalui celah-celah batu menciptakan permainan bayangan yang menawan. Keindahan formasi batu yang terbentuk secara alami menghiasi dinding dan atap gua, menciptakan suasana yang hampir magis.
Namun, gua ini bukan tanpa tantangan. Kondisi dalam gua yang gelap dan licin membuat pengunjung disarankan untuk membawa alat penerangan seperti senter atau headlamp, serta mengenakan alas kaki yang tidak mudah tergelincir. Meski begitu, setiap langkah yang hati-hati akan dibalas dengan keindahan yang menanti di dalam: pilar-pilar batu yang menjulang dan langit-langit yang menjuntai indah dari formasi stalaktit yang masih aktif meneteskan air mineral.
Sayangnya, keindahan alami ini sedikit ternoda oleh keberadaan coretan dan vandalisme yang ditemukan di beberapa bagian gua dan batu sekitarnya. Tindakan tidak bertanggung jawab ini mengurangi nilai estetika gua dan menunjukkan pentingnya edukasi dan pengawasan yang lebih baik di kawasan wisata tersebut.
Dari Pasar Binuang, perjalanan dilanjutkan sejauh 16 kilometer ke arah dalam, melewati pemandangan pedesaan yang asri dan kontur perbukitan yang menyegarkan mata.
Sesampainya di area wisata, tersedia lahan parkir yang cukup memadai. Dari titik ini, pengunjung masih harus berjalan kaki menaiki sejumlah anak tangga untuk mencapai mulut gua yang berada di bagian atas perbukitan. Meski memerlukan tenaga ekstra, namun pemandangan yang disuguhkan sepanjang jalur pendakian menjadi hiburan tersendiri sebelum menjelajahi isi gua.
Fasilitas di sekitar lokasi gua tergolong sederhana dan belum sepenuhnya optimal. Terdapat beberapa lopo atau gazebo yang bisa digunakan pengunjung untuk beristirahat, serta fasilitas toilet yang cukup memadai. Namun, belum tersedia kios makanan ataupun warung di area wisata ini. Karena itu, sangat disarankan bagi para wisatawan untuk membawa bekal sendiri, baik berupa makanan maupun minuman.
Keterbatasan fasilitas ini menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah maupun pihak pengelola, agar ke depan Gua Batu Hapu dapat dikembangkan menjadi destinasi yang lebih representatif. Tidak hanya dalam hal infrastruktur, tetapi juga dalam upaya menjaga kebersihan, keamanan, serta kelestarian alam gua dari berbagai bentuk kerusakan akibat ulah manusia.
Sebagai warisan alam dan budaya, Gua Batu Hapu layak mendapat perhatian lebih luas. Keindahannya yang alami, kisah legendaris yang melekat, serta nuansa alam yang tenang menjadikannya destinasi yang bukan hanya menarik secara visual, tetapi juga mengandung nilai edukatif dan reflektif. Di balik dinding-dinding batunya yang diam, Gua Batu Hapu seakan berbicara tentang waktu, tentang hubungan manusia dengan alam, dan tentang pentingnya menghargai asal usul serta warisan yang telah diberikan oleh leluhur.(yayan/*)