Tanpa Intervensi, Perputaran Dana Judi Online Bisa Tembus Rp 1.100 Triliun pada 2025

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. Foto CNBC Indonesia--

Radarlambar.bacakoran.co– Judi online terus menunjukkan peningkatan signifikan dalam perputaran dananya, menempatkannya sebagai ancaman serius terhadap stabilitas ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan, jika tidak ada intervensi strategis dari pemerintah, nilai transaksi dari aktivitas judi daring pada 2025 dapat menembus Rp 1.100,18 triliun. Proyeksi ini mencerminkan lonjakan ekstrem dibandingkan dengan capaian tertinggi sebelumnya yang terjadi pada 2024, yakni sebesar Rp 359,81 triliun.

Peningkatan tajam tersebut menunjukkan pertumbuhan eksponensial dalam tujuh tahun terakhir, di mana pada 2017 nilai perputaran dana hanya sebesar Rp 2,01 triliun. Eskalasi ini tidak hanya mencerminkan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam aktivitas ilegal tersebut, tetapi juga menandakan evolusi dari sistem keuangan bayangan yang kian kompleks, termasuk dengan keterlibatan pendanaan dari layanan pinjaman online (pinjol).

Namun, potensi kerugian sosial dan ekonomi akibat maraknya judi daring tidak luput dari perhatian pemerintah. Dengan intervensi yang masif dan sistematis, PPATK memproyeksikan bahwa nilai transaksi dapat ditekan secara signifikan menjadi sekitar Rp 114,34 triliun hingga akhir 2025. Intervensi ini melibatkan pendekatan struktural terhadap akun-akun keuangan yang digunakan oleh jaringan bandar, termasuk dengan menghentikan aktivitas pada rekening dormant (nonaktif) yang sering dijadikan kanal deposit oleh pelaku.

Langkah konkret telah diambil sejak 16 Mei 2025 hingga akhir Juli 2025, di mana PPATK memblokir sementara lebih dari 122 juta rekening dormant yang tersebar di 105 bank. Tindakan tersebut langsung berdampak pada penurunan drastis jumlah dan nilai transaksi judi online. Misalnya, pada Mei 2025 tercatat nilai deposit sebesar Rp 2,29 triliun, namun pasca intervensi, nilai tersebut menyusut menjadi Rp 1,5 triliun. Sementara itu, puncak aktivitas tercatat pada April 2025, ketika nilai deposit mencapai Rp 5,08 triliun.

Dari sisi frekuensi transaksi, penurunan juga terlihat sangat mencolok. Pada April 2025 terdapat lebih dari 33 juta transaksi deposit, namun pada Mei jumlah ini turun menjadi 7,32 juta transaksi, dan semakin merosot menjadi 2,79 juta transaksi setelah pemblokiran rekening diterapkan. Bandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, yakni Januari hingga Maret 2025, yang masing-masing mencatat belasan juta transaksi setiap bulannya.

Penurunan ini menandai keberhasilan pendekatan berbasis data dan kerja sama antar-lembaga dalam menahan laju ekonomi gelap dari praktik perjudian daring. Data yang dikumpulkan PPATK menunjukkan bahwa intervensi terhadap struktur keuangan digital yang tidak aktif namun rentan disalahgunakan, mampu memukul langsung infrastruktur keuangan ilegal yang menopang bisnis judi daring.

Kebijakan ini juga menyoroti pentingnya sinergi antara literasi keuangan publik, regulasi perbankan, serta penegakan hukum terhadap penyalahgunaan sistem perbankan nasional. Pasalnya, dalam banyak kasus, jaringan bandar tidak hanya mengandalkan sistem pembayaran elektronik, tetapi juga memanfaatkan rekening masyarakat awam untuk menyamarkan aliran dana.

Dengan tren eskalasi yang mengkhawatirkan, PPATK menekankan pentingnya kesinambungan kebijakan represif sekaligus edukatif. Penanganan yang komprehensif terhadap fenomena ini perlu melibatkan sektor keuangan, platform digital, hingga masyarakat sipil agar tidak hanya menekan angka transaksi, tetapi juga memutus rantai partisipasi dari hulu ke hilir.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan