Radarlambar.bacakoran.co -Pengangkatan Blaise Metreweli sebagai Kepala MI6 mencatat sejarah baru di Inggris. Ia menjadi perempuan pertama yang memimpin badan intelijen luar negeri Inggris tersebut sejak didirikan pada 1909. Namun, pencapaian ini tak lepas dari sorotan kontroversial terkait latar belakang keluarganya.
Metreweli, yang sebelumnya menjabat sebagai kepala divisi teknologi MI6 atau yang biasa dikenal sebagai "Q", mendapat perhatian tajam setelah laporan media mengungkap masa lalu leluhurnya. Catatan arsip dari era Perang Dunia II menunjukkan bahwa kakeknya dari pihak ayah, Constantine Dobrowolski, pernah menjadi kaki tangan Nazi. Dobrowolski dikenal sebagai informan utama Nazi di wilayah Chernihiv, Ukraina, dan dijuluki "Si Jagal" karena dugaan keterlibatannya dalam aksi kekerasan terhadap komunitas Yahudi.
Dalam arsip Jerman, Dobrowolski tercatat sebagai mantan anggota Tentara Merah yang kemudian membelot dan bekerja untuk Wehrmacht Jerman sebagai mata-mata, dengan kode nama “Agen No. 30.” Informasi ini memunculkan pertanyaan publik tentang hubungan personal Metreweli dengan masa lalu keluarganya.
Menanggapi polemik ini, pihak berwenang Inggris menegaskan bahwa masa lalu keluarganya tidak berpengaruh terhadap karier atau integritas Metreweli di MI6. Pihak Kementerian Luar Negeri Inggris juga menyatakan bahwa ia tidak pernah memiliki kontak atau hubungan langsung dengan kakeknya. Mereka menekankan bahwa latar belakang keluarga yang penuh konflik, seperti yang banyak terjadi di kalangan diaspora Eropa Timur, justru memperkuat tekad Metreweli dalam melindungi keamanan nasional.
Sebagai profesional intelijen, Metreweli telah berkarier di Secret Intelligence Service sejak 1999. Ia memiliki pengalaman operasional yang luas, terutama di wilayah Timur Tengah dan Eropa. Dengan pengunduran diri Kepala MI6 saat ini, Richard Moore, pada musim gugur mendatang, Metreweli akan menghadapi tantangan besar di tengah ketegangan geopolitik global.
Isu utama yang akan dihadapinya mencakup aktivitas sabotase Rusia yang disebut terus meningkat di kawasan Eropa, serta dinamika ancaman dari Cina dan Iran. Penunjukannya melengkapi barisan kepemimpinan perempuan di lembaga intelijen utama Inggris, bersama MI5 dan GCHQ, yang juga telah mengangkat kepala perempuan dalam beberapa tahun terakhir. (*)
Kategori :