Radarlambar.bacakoran.co – Hamas menyatakan kesiapan untuk kembali ke meja perundingan demi menghentikan operasi militer Israel di Gaza dan mengamankan pembebasan tawanan. Namun, kelompok tersebut meminta sejumlah perubahan terhadap usulan gencatan senjata yang didukung Amerika Serikat.
Rencana gencatan senjata bertahap itu mencakup penghentian serangan selama 60 hari, pembebasan sandera secara bertahap, serta penarikan pasukan Israel dari beberapa wilayah Gaza. Proposal ini juga memasukkan pembahasan lebih lanjut untuk gencatan senjata permanen dan rekonstruksi jangka panjang.
Meski bersikap positif, Hamas menuntut jaminan bahwa Israel tidak akan melanjutkan serangan setelah periode awal gencatan senjata. Mereka juga meminta distribusi bantuan kemanusiaan dikelola langsung oleh PBB dan Bulan Sabit Merah, bukan melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang dianggap kontroversial.
Israel, di sisi lain, menolak beberapa permintaan Hamas, terutama soal penarikan penuh pasukan dari Gaza. Meski demikian, pemerintah Benjamin Netanyahu telah mengirim tim negosiator ke Doha, Qatar, untuk membahas rincian kesepakatan.
Perundingan di Qatar diharapkan bisa membuka jalan menuju penyelesaian damai setelah konflik berkepanjangan yang menewaskan lebih dari 57 ribu warga Palestina dan menyebabkan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.
AS, Qatar, dan Mesir sebagai mediator berupaya memperpanjang gencatan senjata jika diperlukan untuk mencapai kesepakatan final. Presiden Donald Trump disebut mendorong tercapainya terobosan diplomatik menjelang pertemuannya dengan Netanyahu di Gedung Putih.
Sementara itu, faksi-faksi di Israel masih terpecah terkait usulan ini. Sebagian menuntut pelucutan senjata Hamas sebagai syarat utama sebelum gencatan senjata permanen ditegakkan. (*)
Kategori :